Reporter: Herlina KD |
JAKARTA. Kementerian Keuangan terus mengkaji kategori sektor bisnis yang akan dikenakan pembatasan rasio utang terhadap modal (debt to equity ratio) yang bunga utangnya bisa diklaim sebagai biaya operasional yang bisa memotong beban pajak penghasilan. Saat ini pemerintah masih mendalami jumlah kategori sektor yang akan diatur, apakah cukup dua sektor yaitu sektor keuangan (perbankan) dan sektor riil saja, atau lebih dari dua kategori.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menuturkan saat ini pemerintah masih mengkaji kategori sektor yang akan dikenakan aturan debt equity rasio, yaitu apakah cukup dua kategori (perbankan dan sektor riil saja), atau perlu pembagian lagi di kategori sektor riil.
"Ini yang masih kita kaji lebih jauh. sebab, jangan sampai ada suatu sektor yang memang hanya bisa berjalan optimal dengan model yang berbeda dengan yang lain, kemudian aturannya kita samakan. Nanti jadi salah," katanya Rabu (23/1).
Bambang menekankan, nantinya aturan ini membatasi rasio utang secara umum, tidak hanya utang luar negeri namun juga utang dalam negeri. Meski begitu, Bambang bilang beleid ini nantinya bakal menjadi jawaban bagi kekhawatiran Bank Indonesia (BI) terkait dengan rasio utang luar negeri swasta yang meningkat. Sebab, secara tidak langsung beleid ini bakal menciptakan disinentif bagi perusahaan yang menarik utang dalam jumlah besar.
Meski belum menetapkan besaran rasio dari masing-masing kategori sektor, namun Bambang bilang kemungkinan rasio yang ditetapkan bagi perbankan akan lebih besar ketimbang sektor lain. Ini sesuai dengan sifat bisnis perbankan yang butuh likuiditas besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News