Reporter: Agus Triyono | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pembahasan revisi UU No. 32 tentang Penyiaran dipermasalahkan. Salah satu permasalahan menyangkut ketertutupan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menyusun draft revisi belied tersebut.
Ninah Mutmainnah Armando, anggota Komite Nasional Reformasi Penyiaran mengatakan, setiap anggota DPR yang diajak komitenya komunikasi menyatakan, pembahasan revisi memang dilakukan secara tertutup.
Akses masyarakat yang ingin mendapat gambaran mengenai poin- poin yang akan dimasukkan ke dalam revisi UU tersebut juga ditutup.
Padahal, poin yang dimasukkan dalam revisi tersebut mundur jika dibandingkan dengan yang terdapat dalam UU Penyiaran. Kemunduran tersebut antara lain bisa dilihat dari penghapusan pasal mengenai pembatasan kepemilikan media penyiaran dan pengaturan kewajiban sensor seluruh isi siaran.
Kemunduran juga terdapat dalam peningkatan porsi iklan spot dari 20% menjadi 40% dari setiap waktu tayang program. "Kami menerima draft berisi ketentuan tersebut Agustus kemarin, kami tahu sekarang masih bahas DPR, tapi ketika kami ingin tahu, tidak diberi akses," katanya pekan ini.
Ade Armando, anggota komite yang lain mengatakan, bila ketentuan, salah satunya pembatasan kepemilikan media penyiaran dihapuskan, itu bisa menyuburkan kepemilikan media penyiaran oleh segelintir orang. "Ambil contoh Hary Tanoe, karena dia yang sekarang punya paling banyak, ke depan bisa saja dia beli media penyiaran lain, karena by law itu dibolehkan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News