Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Test Test
JAKARTA. Pemerintah menegaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RUU APBN-P) 2012 harus cepat diselesaikan. Pasalnya, kondisi eksternal seperti krisis global dan harga minyak dunia terus mengancam sehingga postur APBN 2012 yang sudah ditetapkan tidak relevan lagi.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro bilang, postur anggaran negara akan memburuk apabila pemerintah tidak melakukan kebijakan apapun dengan mengubah postur APBN. Tanpa adanya pengendalian anggaran seperti kenaikan harga BBM bersubsidi dan penghematan anggaran Kementerian dan Lembaga, maka defisit anggaran akan naik Rp 175, 9 triliun dari pagu APBN 2012 sebesar Rp 124,02 triliun (1,53% terhadap PDB).
Dengan demikian, tanpa pengendalian apapun, defisit akan naik menjadi Rp 299,92 triliun atau 3,6% dari PDB. “Kalau kita tidak ajukan RAPBN-P secepatnya, defisit hampir Rp 300 triliun. Ini melanggar undang-undang,” jelas Bambang dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR, Jumat (16/3).
Defisit anggaran tersebut belum memperhitungkan defisit dari APBD sekitar 0,5% dari PDB. Maka, defisit akan melebar menjadi 4,1% terhadap PDB. Dalam nota keuangan RAPBN-P yang diajukan ke DPR, pemerintah mengusulkan adanya langkah pengendalian untuk menekan defisit mencapai Rp 190,105 triliun atau 2,23% terhadap PDB.
Defisit ini berasal dari kenaikan belanja negara yang diprediksi membengkak Rp 169,4 triliun dari pagu sebelumnya. Subsidi energi akan bertambah Rp 120,9 triliun terdiri dari subsidi BBM Rp 167 triliun dan subsidi listrik yang jebol Rp 53,4 triliun.
Kalau ada kenaikan belanja, anggaran pendidikan harus dinaikkan 20% sehingga akan ada pembengkakan di pos belanja negara dan ada peningkatan transfer daerah Rp 38 triliun karena dana bagi hasil yang meningkat. “Dengan pertumbuhan ekonomi yang mulai melambat, penerimaan negara pun akan turun signifikan, sehingga defisit besar sekali,” ujarnya.
Dia menambahkan, pemerintah juga akan menambah stimulus belanja infrastruktur sebesar Rp 24 triliun untuk menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Namun, karena defisit naik, penarikan pembiayaan akan bertambah Rp 22,3 triliun. “Jadi kami harus mengajukan APBN perubahan kalau tidak defisit tidak terkendali,” tandasnya.
Penjelasan Bambang ini sebagai jawaban dari beberapa pertanyaan anggota Banggar sebelumnya yang masih mempertanyakan urgensi perubahan UU APBN 2012. Dolfie Ofp, anggota Banggar dari Fraksi PDI-P sebelumnya mengatakan kalau pemerintah sudah terlalu panik sehingga butuh perubahan APBN. “APBN kita baru berjalan tiga bulan. Uang kita masih ada kenapa harus diputuskan langkah yang drastis?” ujarnya.
Sementara Maidestal Hari Mahesa, anggota Banggar dari Fraksi PPP sebelumnya menuding pemerintah memiliki kepentingan tertentu dalam pengajuan perubahan APBN ini. Dia mengatakan, pemerintah selalu menggantungkan diri pada asumsi yang sifatnya spekulatif seperti harga minyak. “Jangan-jangan ada udang di balik batu. Apakah APBN-P ini dapat diteruskan? Jangan-jangan nanti baru tiga bulan berjalan sudah mau diubah lagi,” ujarnya.
Saat ini, rapat di Banggar masih dihentikan untuk menunggu penjelasan Direktur utama PLN, Nur Pamudji yang tidak hadir dalam rapat kerja. Banggar meminta penjelasan Nur mengenai subsidi listrik sehingga rapat Banggar mengenai alasan pemerintah mengajukan RAPBN-P 2012 dapat dilanjutkan kembali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News