Reporter: Barly Haliem, Hasyim Ashari, Uji Agung Santosa | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Para pengusaha minyak dan gas (migas) sedang bimbang untuk ikut program pengampunan pajak (tax amnesty). Mereka antara lain terbentur status badan hukum perusahaan migas.
Maklum, kini banyak pengusaha migas yang menggunakan kendaraan khusus atau special purpose vehicle (SPV) di luar negeri untuk mengoperasikan blok migas di Indonesia. SPV migas tergolong perusahaan aktif dan ditetapkan pemerintah sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) atau perusahaan yang didirikan di luar negeri untuk menjalankan bisnis di Indonesia.
Nah, sampai ini mereka belum menerima kejelasan aturan mekanisme tax amnesty SPV aktif yang berstatus BUT. Memang, pemerintah telah merilis Peraturan Menteri Keuangan No 127/2016 tentang Mekanisme Tax Amnesty SPV. Tapi, aturan tersebut hanya berlaku untuk SPV non-aktif atau bukan perusahaan yang memiliki aktivitas operasi.
Persoalannya, khusus di industri migas, SPV yang dibentuk tergolong perusahaan aktif. Sebab banyak di antara SPV ini langsung mengoperasikan blok migas. Lagi pula, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sammy Hamzah menandaskan, SPV jenis ini lazim di industri migas.
Bahkan nyaris semua perusahaan migas milik pengusaha lokal berbentuk SPV dan berstatus BUT. Sebab, satu kontrak migas dengan kontrak yang lain tidak boleh dicampur. Ketentuan ini juga berkaitan langsung dengan cost recovery. "Satu kontrak harus dipegang oleh satu badan hukum. Aturannya memang begitu," kata Sammy kepada KONTAN, kemarin.
Sammy menyatakan, banyak pengusaha migas yang bimbang untuk ikut tax amnesty. "Apakah pemilik SPV harus membubarkan SPV atau bagaimana?" kata Sammy.
Astera Primanto Bhakti, Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara Kementerian Keuangan, berjanji menjelaskan masalah ini kepada pengusaha migas. "Nanti akan ada sesi spesifik soal SPV di industri migas," tandasnya.
Pengamat pajak, Darussalam menilai, kewajiban perpajakan SPV berstatus BUT sama dengan wajib pajak dalam negeri. "BUT bisa ikut tax amnesty. Yang menjadi harta BUT adalah harta di bawah penguasaannya," katanya. Alhasil, mereka cukup melakukan deklarasi dan kena tarif tebusan 2% jika ikut periode pertama tax amnesty.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News