Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Draf final revisi Undang-Undang (UU) Migas telah memasuki harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Draf RUU Migas yang sampai di meja KONTAN menyebutkan rencana pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) Migas. Badan tersebut akan menjadi pengusaha bisnis minyak dan gas dari hulu hingga hilir.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha bilang, walau ada klausul pembentukan BUK Migas, namun RUU Migas tidak mengatur pembubaran salah satu satuan kerja (SKK Migas). Menurutnya, nanti fungsi badan tersebut diintegrasikan tergabung dalam BUK Migas.
Satya melanjutkan, pasal-pasal dalam RUU Migas juga masih bisa berubah. Sebab pihaknya tengah menunggu proses yang sedang terjadi di Baleg untuk kemudian dipelajari oleh Komisi VII DPR. "Sejumlah poin substansi yang ada di dalam RUU Migas tidak dapat dibuat Baleg, tapi mereka mempunyai kewenangan mengingatkan Komisi VII bila ada substansi yang bertentangan dengan UU lain," ujarnya, Selasa (11/7).
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menambahkan, terkait pasal-pasal dalam RUU Migas, Baleg masih akan mendengarkan sejumlah masukan dari sektor terkait (stakeholder) sebagai salah satu pertimbangan. "Kami akan dengarkan pendapat dari mereka apa saja," terangnya.
Dualisme BUMN
Masukan sejumlah stakeholder, menurutnya, belum masuk dalam pembahasan materi Baleg, sebab RUU itu masih dalam tahap harmonisasi. Meski begitu, RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) ini ia bilang ditargetkan untuk segera diselesaikan. "Semoga bisa secepatnya diselesaikan," pungkas Supratman.
Pembentukan BUK Migas menjadi salah satu pasal utama dalam drat RUU Migas. Apalagi nantinya BUK Migas ini akan mengusahakan semua cadangan minyak dan gas bumi dari hulu sampai hilir. Oleh karena itu BUK Migas diamanatkan untuk memiliki unit hulu operasional mandiri, unit hulu kerjasama, unit hilir kerjasama, unit usaha hilir minyak bumi, dan unit usaha hilir gas bumi.
Kewenangan BUK Migas juga kuat. Sebab, BUK Migas akan berkedudukan langsung di bawah dan bertanggungjawab kepada presiden. BUK Migas akan memiliki kantor pusat di Ibu Kota Negara dan memiliki cabang di daerah.
Dalam menjalankan tugasnya, BUK Migas akan berada dalam pengawasan dewan pengawas sebanyak tujuh orang. Mereka ini empat orang dari kalangan menteri, dan tiga orang lainnya ditunjuk langsung oleh presiden.
Bahkan dalam salah satu poin penting lainnya di dalam RUU Migas adalah terkait pengajuan PT Pertamina menjadi BUK Migas. Jika benar ini terjadi maka badan khusus ini akan mengelola penuh, sektor migas nasional.
Pengamat Energi Marwan Batubara mengatakan, dalam RUU Migas seharusnya ditegaskan bahwa tidak akan ada dualisme Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengurusi sektor migas dari hulu maupun hilir. Oleh karena itu integrasi beberapa BUMN dalam BUK Migas harus dipastikan benar solid dan tidak bertentangan satu sama lain.
"Kalau memang BUMN mau dibentuk dan dilibatkan, jangan nantinya menjadi tidak efisien," kata Marwan.
Menurutnya, RUU Migas ini juga diharapkan bisa mengatur aset cadangan terbukti sehingga bisa di-monetisasi oleh BUMN energi. Sebab, peluang cadangan aset terbukti bisa memperbesar aset BUMN untuk menjadi modal BUMN memperoleh kredit untuk pengembangan usaha.
Namun jika kemudian BUK Migas dikelola oleh BUMN yang tidak mempunyai jaringan operasional maka akan sia-sia belaka. "Itu yang harus tertuang dalam ketentuan Migas yang baru," harapnya.
Apalagi nantinya, BUK Migas akan diberikan lex specialis. Yaitu, hak kerjasama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) akan diberikan. Jika benar ini terjadi maka, hak kerjasama bukan lagi melalui pemerintah atau dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dengan demikian posisi pemerintah tidak lagi sejajar dengan perusahaan dan negara terbebas dari gugatan bila ada sengketa dikemudian hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News