Reporter: Dina Farisah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Independensi panitia seleksi calon Dewan Komisioner Otoritas (OJK) terus mendapatkan sorotan publik. Ini pula yang kini dipertanyakan sejumlah anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat dengan panitia seleksi calon pengurus OJK, kemarin.
Maruarar Sirait, anggota Komisi XI DPR misalnya mempersoalkan lolosnya sejumlah nama calon Dewan Komisioner OJK yang berasal dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI). Padahal, anggota panitia seleksi mayoritas dari kedua institusi tersebut. "Bagaimana panitia seleksi bisa menunjukkan independensinya?" tanya Maruarar, kemarin.
Agus Martowardojo, Ketua Panitia Seleksi Calon Dewan Komisioner OJK menepis tudingan bahwa pihaknya tak independen dalam menggelar proses seleksi. Agus menegaskan apa yang telah dijalankan panitia seleksi sudah sesuai aturan main dalam Undang-Undang OJK. "Proses seleksi bebas dari kepentingan apapun," tegas Agus.
Menurutnya, 14 calon anggota Dewan Komisioner OJK yang bakal mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR mulai Kamis (7/6) ini, memiliki track record atau rekam jejak yang baik. "Semuanya merupakan wakil terbaik yang dimiliki bangsa," ujar Agus yang juga menjabat Menteri Keuangan itu.
Selain soal independensi, Komisi XI DPR juga mempertanyakan pengelompokan nama calon berikut rekomendasi jabatannya kelak di OJK, dalam daftar 14 calon pengurus OJK yang disodorkan Presiden ke DPR.
Sebagai contoh saja, Muliaman D Hadad serta Achjar Iljas Ilyas direkomendasikan sebagai Ketua Dewan Komisioner OJK. Selain itu, Mulia P.Nasution dan I Wayan Agus Mertayasa, dicalonkan sebagai Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK.
Anggota Komisi XI DPR Nusron Wahid menilai, pengelompokan nama-nama calon dan rekomendasi jabatan itu tak diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Dalam pasal 11 ayat 9 UU OJK hanya mengatur soal penilaian, pemilihan dan penyampaian calon pengurus OJK.
Ia bilang, penempatan jabatan pengurus OJK akan diputuskan DPR melalui fit and proper test. "Pasal 11 ayat 9 tidak menyebutkan preferensi seperti itu,” kata Nusron.
Agus menjelaskan, pada proses awal seleksi, memang seluruh calon diminta menuliskan preferensi atau minat terhadap jabatan yang diinginkan di OJK. Preferensi ini diperlukan untuk mengetahui minat si calon pengurus OJK. Berdasarkan preferensi itulah, pemerintah mengajukan calon bos OJK berikut jabatannya ke DPR. "Tapi apapun keputusan DPR, kami menghormatinya," ujar Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News