Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tengah menyusun aturan mengenai pajak untuk bisnis jual beli online (e-commerce). Aturan tersebut akan terbit dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang ditargetkan rampung dalam waktu dekat.
Namun demikian, pelaku usaha marketplace mengaku belum duduk bersama dengan pemerintah terkait ini. Head of Tax, Infrastructure, and Cyber Security Division Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) Bima Laga mengatakan bahwa pihaknya belum mendapat penjelasan dari Ditjen Pajak terkait rencana ini.
“Kami memiliki rencana audiensi dengan Ditjen Pajak perihal ini untuk mengetahui persis rencana peraturannya, ” kata dia kepada Kontan.co.id, Kamis (10/12)
Co Founder and CFO Bukalapak M Fajrin Rasyid juga mengatakan, perlu ada audiensi lebih lanjut dengan pemerintah. Padahal, ada poin penting yang perlu difasilitasi oleh aturan tersebut, yakni kesetaraan.
Menurutnya, apabila berbicara e-commerce, yang paling besar bukan marketplace atau platform e-commerce, tapi yang berjualan di Instagram dan Facebook yang selama ini tidak terjangkau. Ia khawatir, apabila ada aturan yang sangat mengekang e-commerce platform, penjual-penjual akan berpindah.
“Khawatir eksodus menjadi jualan di Instagram saja karena kalau jualan di Bukalapak ribet pajaknya. Mending jualan di Instagram dan Facebook karena itu tidak terkontrol, tidak terkejar,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurutnya perlu ada kebijakan yang setara. Tidak hanya sekadar online dan offline, tapi juga sesama online seperti platform jualan dan sosial media. Ia menegaskan, alternatif bahwa marketplace akan jadi WAPU PPN masih perlu dibicarakan lagi.
“Hampir semua e-commerce pendapatnya sama, supaya ada kesetaraan antara e-commerce platform dengan yang jualan media sosial grup chatting dan tidak tersentuh pajak,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News