kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

BI siap bila NPG dipakai untuk pajak e-commerce


Kamis, 12 Oktober 2017 / 19:43 WIB
BI siap bila NPG dipakai untuk pajak e-commerce


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tengah menyusun aturan mengenai pajak untuk bisnis jual beli online (e-commerce). Aturan tersebut akan terbit dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang ditargetkan rampung dalam waktu dekat.

Terkait hal ini, ternyata Bank Indonesia (BI) menyanggupi apabila Indonesia ingin mengadopsi model pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) seperti di negara lainnya, yakni dengan menggunakan National Payment Gateway (NPG).

Kepala Pusat Program Transformasi BI, Onny Widjanarko mengatakan, NPG mewajibkan seluruh bank, payment gateway, dan jasa pembayaran lainnya terkoneksi dengan Lembaga Switching NPG.

Oleh karena itu, dengan NPG, data-data transaksi domestik secara elektronik di Indonesia akan terekam. Nah, data-data tersebut dapat digunakan untuk pengaturan dan pengawasan, perlindungan konsumen, sereta untuk hal lainnya yang diminta UU atau ketentuan. “Data-datanya juga bisa digunakan untuk perpajakan,” kata Onny kepada Kontan.co.id, Kamis (12/10).

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, idealnya pemilik toko atau yang berjualan yang memungut PPN.

Apabila skema itu digunakan, maka setiap marketplace harus deklarasi dan pajak bisa dilihat dari setiap pembayaran konsumsi via payment gateway. “Tapi bukan pemilik platform. Bisa dimasukkan ke payment gateway include PPN,” ucapnya.

Ia melanjutkan, memang pemilik marketplace sendiri sulit apabila menjadi WAPU karena sulit mendata semua yang berjualan. Namun, apabila pihak ketiga lainnya seperti jasa kurir yang bertindak sebagai WAPU, dikhawatirkan akan mendorong modus baru, yakni penyerahan barang secara langsung dan bayarnya juga kontan.

Direktur Peraturan Perpajakan Ditjen Pajak Kemenkeu Arif Yanuar menyatakan, diskusi di tataran Kemkeu sampai saat ini yang masih menjadi pembahasan adalah siapa pihak yang memungut dan siapa pihak yang menyetor. “Apakah pihak market place atau penerima pembayaran? Masih jadi pembahasan kami,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×