Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) mengaku sudah menyelesaikan draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 36/2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
Ada beberapa poin yang menjadi target revisi UU PPh, antara lain pajak e-commerce dan penetapan tarif PPh baru.
Direktur Peraturan Perpajakan Ditjen Pajak, Poltak Maruli John Liberty Hutagaol mengatakan, dalam revisi UU PPh, akan diatur lebih rinci mengenai pajak transaksi e-commerce.
Menurut Poltak, hal ini dilakukan guna memberikan kepastian hukum atas bisnis e-commerce yang mulai subur di Indonesia ini.
Seperti diketahui, Indonesia masih belum memiliki aturan jelas yang mengatur bisnis e-commerce asing.
Sehingga banyak pelaku e-commerce asing yang masih belum tersentuh pajak.
Seharusnya setiap pembayaran ke luar negeri terkena PPh pasal 26 sebesar 20%, kecuali perusahaan yang terdapat di negara yang tidak mempunyai perjanjian pajak (tax treaty) dengan Indonesia.
Selain soal pajak e-commerce, revisi UU PPh juga akan kembali mengatur mengenai tarif.
Apakah ini berarti pemerintah akan menurunkan tarif PPh badan dari 25% menjadi 18%, Poltak tidak mau mengungkapkan secara spesifik.
"Ada revisi mengenai tarif, tetapi belum tahu angka pastinya," ujar Poltak, kepada KONTAN, Rabu (21/10).
Menurut Poltak, pada dasarnya revisi UU PPh dilakukan untuk mengakomodasi perubahan-perubahan dan menyesuaikan perkembangan ekonomi yang terjadi.
Selain soal e-commerce dan penetapan tarif PPh baru, sumber KONTAN mengungkapkan salah satu poin revisi yang akan dilakukan terkait dengan aturan transfer pricing dan perubahan fasilitas pajak.
Pemerintah berjanji tarif pajak yang akan ditetapkan dalam revisi UU PPh lebih fleksibel.
Maksudnya, besaran tarif atau fasilitas pajak tidak akan dipatok pada angka tertentu.
Ketentuan tarif dan regulasi terkait angka pajak akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP) maupun aturan menteri.
Tujuannya agar pemerintah bisa merespon perubahan dengan kebijakan fiskal yang lebih tepat.
Pemerintah menargetkan revisi ini dibahas awal tahun 2016.
Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo setuju pajak transaksi e-commerce diatur lebih spesifik.
"Selama ini e-commerce seolah-olah bukan objek pajak," ujarnya.
Dia juga menyarankan agar dalam revisi ini mengatur lebih lanjut mengenai pihak yang bukan objek pajak, seperti status sisa hasil usaha (SHU) koperasi.
Aturan transfer pricing juga perlu diperketat dan lebih detail.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News