Reporter: Rashif Usman | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan, platform layanan perizinan Online Single Submission (OSS) telah mencetak 10.405.684 Nomor Induk Berusaha (NIB).
Rinciannya, jumlah NIB aktif terdiri dari Usaha Mikro dan Kecil (UMK) sebesar 10,183,323 dan non UMK 222,361.
"Data di OSS semakin hari semakin banyak. Sampai dengan hari ini itu, data NIB yang ada 10, 4 juta. Sebanyak 98% itu data UMK dan sisanya non UMK," kata Rita, Direktur Wilayah II, Kedeptuian Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, Kementerian Investasi dalam Talk Show Implementasi Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di Jakarta, Rabu (29/5).
Rita mengatakan, tidak ada target rinci dalam penerbitan NIB. "Sepertinya tidak ada target NIB, yang ada target realisasi investasi," ucapnya.
Ia menambahkan, dalam turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 terdapat peraturan BKPM Nomor 5 Tahun 2021 yang mengatur mengenai pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko.
Baca Juga: China Investasi Pabrik Semen di Aceh, Kemenperin Menyayangkan
Sesuai dengan peraturan tersebut, BKPM akan menyampaikan shortlist yaitu berupa daftar kegiatan usaha yang harus dilakukan pengawasan.
"Nah shortlist ini kami launching setiap akhir tahun, tapi untuk 2024 ini agak sedikit terlambat kita launching karena data di OSS semakin hari semakin banyak," ujarnya.
Kesulitan Mengurus Perizinan
Sementara itu, pelaku usaha dikabarkan kesulitan untuk mengurus persyaratan dasar seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PPG).
Menanggapi hal ini, Asisten Deputi Peningkatan Daya saing Ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ichsan Zulkarnaen mengatakan keluhan para pelaku usaha terkait perizinan PBG akan kembali diatur dalam revisi PP 5 tahun 2021.
"Untuk masalah prosedurnya yang lama itu akan kita atur soal Service Level Agreement-nya (SLA), jadi berapa hari mulai dari proses pendaftaran, penilaian teknis sampai penerbitan PBG," kata Ichsan dalam kesempatan yang sama.
"Untuk beberapa kasus ada yang tidak terbit PBG-nya, itu akan berlaku juga seperti fiktif positif. Artinya, kalau dia tidak segera diterbitkan sesuai SLA, maka masuk ke dalam tahapan proses berikutnya," imbuhnya.
Ichsan menerangkan, kebijakan ini juga memudahkan pelaku usaha memprediksi berapa lama proses pendaftaran, penilaian hingga penerbitan.
"Jadi ini untuk memberi tahu kepada pelaku usaha bahwa proses pendaftaran sampai dengan penilaian dan penerbitan itu bisa terprediksi kapan kira-kira PBG-nya terbit. Jadi itu dari sisi lamanya PBG," ujarnya.
Baca Juga: Jokowi: Sebentar Lagi, Kepemilikan Saham Freeport oleh Pemerintah Jadi 61%
Kemudian dari sisi harga PBG yang dikeluhkan mahal, pihak Kemenko Perekonomian meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia untuk membuat standar biaya perizinan.
"Kita akan meminta kepada pemerintah dalam hal ini PUPR untuk bisa membuat standar biaya yang akan diikuti Kementerian dan Daerah supaya mereka pelaku usaha bisa menjadi lebih mudah memprediksi berapa biaya yang akan dikeluarkan," kata Ichsan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News