kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Omnibus law UU Cipta Kerja ciptakan masalah baru bidang pertanahan bernama Bank Tanah


Minggu, 11 Oktober 2020 / 13:49 WIB
Omnibus law UU Cipta Kerja ciptakan masalah baru bidang pertanahan bernama Bank Tanah
ILUSTRASI. Sejumlah mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Kepresidenan, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (8/10/2020) menolak omnibus law UU Cipta Kerja. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/aww.


Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kritik dan penolakan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja terus bergulir di masyarakat.

Meskipun akhir pekan lalu Presiden Joko Widodo telah memberikan penegasan omnibus law UU Cipta Kerja ini akan jalan terus dan mempersilakan masyarakat yang keberatan untuk mengajukan judicial reviu atau uji materi omnibus law UU Cipta Kerja ini ke Mahkamah Konstitusi.

Salah satu poin krusial yang mengundang kontroversi di omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja adalah masalah pengaturan pertanahan. 

Pengaturan pertanahan ini berdasarkan draf omnibus law UU Cipta Kerja versi 905 halaman yang di terima oleh KONTAN, ada di Bagian Keempat omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja. Pada bagian keempat ini terdiri dari pargraf pertama soal Bank Tanah, mulai pasal 125 sampai dengan pasal 135 .

Adapun Paragraf kedua di bagian keempat omnibus law UU Cipta Kerja ini mengatur mengenai Penguatan Hak Pengelolaan mulai dari pasal 136 -  pasal 142.

Pada Pada bagian keempat, paragraf ketiga omnibus law UU Cipta Kerja mulai pasal 143 -pasal 145 mengenai Satuan Rumah Susun untuk Orang Asing 

Sementara di paragraf keempat, omnibus law UU Cipta Kerja mengatur mengenai Pemberian Hak Atas Tanah/Hak Pengelolaan pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah yang ada di pasal 146 - pasal 147.

Masalah pengaturan tanah di omnibus law UU Cipta Kerja yang menjadi kontroversi ini telah ditanggapi oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat (8/10). Presiden menjelaskan mengenai urusan pengadaan lahan di omnibus law Undang Undang Cipta Kerja khusunya, keberadaan bank tanah.

Presiden menegasakan bank tanah ini diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan, serta reforma agraria. 

"Ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, kepemilikan lahan dan kita selama ini tidak memiliki bank tanah," kata Presiden Jokowi.

Hanya saja kritik pedas terhadap omnibus law UU Cipta Kerja ini datang dari Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Maria SW Sumardjono. Maria mengungkapkan kritikan ini saat jadi pembicara di diskusi virtual yang digelar Pusat Studi Lingkungan Hudup (PLSH) UGM bertema UU Cipta Kerja dan Masa Depan Lingkungan Indonesia, Sabtu 9 Oktober 2020. 

"Saya ingin sampaikan dan tekankan apa yang ada di omnibus law UU Cipta Kerja khususnya mengenai pertanahan, saya hakul yakin yang versi 905 halaman karena cocok dengan apa yang saya tulis, karena pengaturan tidak panjang," kata Maria yang merupakan pakar hukum pertanahan dan agraria ini.

Hanya saja Maria meminta masyarakat menyalurkan ketidakpuasan dengan konstitusional. "Sekarang omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja sudah jadi, setelah ditandatangani sah, dan kita hormati," kata Maria. 

Maria berpendapat omnibus law UU Cipta Kerja desainnya kurang tepat. Karena sudah banyak yang memberikan masukan tapi tidak diindahkan. 

"Kami Fakultas Hukum UGM secara langsung telah menyampaikan masukan kepada pemerintah pada awal Maret 2020," katanya. 

Selain itu pada awal Juli khusus mengenai pengaturan pertanahan Maria telah memberikan masukan secara langsung kepada Badan Legislasi DPR. 

"Sehingga kami merasa setalah dasein ada dasolenya. Apakah yang diatur tidak bertentangan dengan konstitusi, dan prinsip dari UU yang lain," terang Maria. 

Maria menilai secara umum omnibus law UU Cipta Kerja ini sangat lemah dalam pembentukannya. Sebab omnibus law UU Cipta Kerja ini tidak memenuhi bahkan melanggar syarat-syarat pembentukan Undang-Undang. 

"Ini kan omnibus law dan istimewa, tapi bukan berarti boleh melanggar aturan," katanya.

Maria memberikan catatan terhadap omnibus law UU Cipta Kerja:

Pertama, tidak jelas pembentukan syarat formil tujuan pembentukan UU ini untuk mendatangkan investasi atau peluang kerja?

Kedua, tidak jelas dimana sifat mendesaknya dari omnibus law UU Cipta Kerja. "Yang jelas dibuat secara tergesa-gesa," katanya.

Ketiga, tidak jelas landasan filosofi omnibus law UU Cipta Kerja, karena sebanyak 79 Undang-Undang diubah dan dijadikan satu. Padahal setiap UU punya filosofi dan kekhasannya masing-masing.

Keempat, penyusunan omnibus law UU Cipta Kerja tidak memenuhi asas keterbukaan. Bahkan setelah RUU ini disahkan menjadi UU pada 5 Oktober tidak seorang pun yang bisa mengatakan ini draf yang paling shahih atau paling betul hasil pembahasan.

Kelima, tidak memenhi kedayagunaan. Satu sisi memberikan kemudahan kepada investor tapi tak memudahkan bagi hak asasi manusia dan lingkungan.

Keenam, Asas keadilan untuk apa omnibus law UU Cipta Kerja? "Asas ketertiban dan kepastian hukum lebih mengerikan lagi, karena UU didasari pada keinginan untuk menyederhanakan regulasi berbelit. Yang terjadi bukan menyederhanakan tapi memotong begitu saja prinsip-prinsip dasar dan filosofi bahkan berpotensi melanggar konstitusi. Apakah ini yang menjadi dasar?" kata Maria.

Lalu ia memberikan Contoh pengaturan tanah sebagai kebutuhan dasar setiap orang. Maria mengkritisi substansi di omnibus law UU Cipta Kerja bagian Pertanahan sebagai UU dengan substansi paling aneh.
 
Sebab di klaster lain selalu ada UU yang menjadi acuan dari 79 yang akan diubah sehingga dianggap sebagai upaya untuk menyederhanakan.

"Yang aneh di substansi pertanahan tak ada satupun UU di rumusannya yang diubah. Jadi ini yang membingungkan, apa yang disederhanakan? tidak ada satupun UU di rumusan, sama sekali berbeda dengan UU yang lainnya. 

Setelah meneliti Maria melihat ternyata substansi bidang pertanahan yang dimasukkan di omnibus law UU Cipta Kerja adalah copy paste dari Rancangan RUU Pertanahan yang ditunda pembahasannya karena isu-isu krusial. 

"Jadi isu krusial di RUU pertanahana diselundupkan mentah-mentah dimasukkan. Apakah ini bertanggungjawab?

Karena itu Maria menegaskan tujuan omnibus law UU Cipta Kerja di bidang Pertanahan ini tidak menyederhanakan tapi mengambil substansi RUU yang bermasalah. 

"Harapannya setelah ditolak disana tapi dimasukkan di omnibus law RUU Cipta Kerja alhamdulillah diterima. Ini mungkin Tuhan sedang menguji kita semua," katanya.

Kenapa bermasalah?
Pertama soal pembentukan bank tanah. Maria menyinggung pernyataan Presiden Joko Widodo, seolah-oleh saat ini kita kesulitan untuk menyediakan tanah. 

"Pertanyaannya adalah tanah untuk siapa? Sulit menyediakan tanah sehingga perlu lembaga menyediakan menghimpun dan mendistribusikan. Ini bank tanah untuk siapa?," tanya Maria.

Maria menyoroti poin pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang ditambah di omnibus law UU Cipta Kerja. Pada umumnya di UU Cipta Kerja kepentingan umumnya adalah untuk kegiatan bisnis seperti kawasan ekonomi khusus, kawasan pariwisata, dan proyek prioritas yang ditetapkan oleh Presiden. 

"Tarik-menarik inilah tanah yang disediakan oleh lembaga Bank Tanah. Saya juga belum paham ini bank tanah seperti apa?

Lalu ia menyoroti apa yang dimaksud omnibus law UU Cipta Kerja sebagai lembaga berfungsi sebagai Bank Tanah. Sebab saat ini sudah ada Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang sejatinya sudah menyelenggarakan fungsi bank tanah itu. 

"Kenapa harus dibuat baru? karena ini ada maksuid tertentu, yakni untuk membantu mempermudah perizinan usaha atau persetujuan. Menyediakan tanah dan membantu mempermudah izin, semua tanah yang dikumpulkan maka dengan status Hak Pengelolaan Lahan (HPL)," katanya

Karena mendapatkan kritikan saat penyusunan lalu ada ketentuan bank tanah mengalokasikan 30% untuk kepentingan reforma agraria umum. "Lalu siapa yang akan mengontrol?" katanya.
 
Maria menilai konsep ini kurang cocok dengan reforma agraria menurut Peraturan Presiden (Perpres) No 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan.

Karena itu ia khawatir aturan turuna akan makin tidak jelas soal pertanahan ini. "Kalau di UU saja tidak jelas, nanti PP seperti apa akan makin kacau," katanya.

                     Pokok-Pokok Pengaturan Bank Tanah
                                 Pasal 125
(1) Pemerintah Pusat membentuk badan bank tanah.
(2) Badan bank tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan khusus yang mengelola tanah.
(3) Kekayaan badan bank tanah merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.
(4) Badan bank tanah berfungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah.
Pasal 126
(1) Badan bank tanah menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan, untuk:
a. kepentingan umum;
b. kepentingan sosial;
c. kepentingan pembangunan nasional;
d. pemerataan ekonomi;
e. konsolidasi lahan; dan
f. reforma agraria.
(2) Ketersediaan tanah untuk reforma agraria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari tanah negara yang diperuntukkan untuk bank tanah.
                                      Pasal 127
Badan bank tanah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat transparan, akuntabel, dan non profit.
                                      Pasal 128
Sumber kekayaan badan bank tanah dapat berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Pendapatan sendiri;
c. Penyertaan modal negara; dan
d. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
                                      Pasal 129
(1) Tanah yang dikelola badan bank tanah diberikan hak pengelolaan.
(2) Hak atas tanah di atas hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.
(3) Jangka waktu hak guna bangunan di atas hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan perpanjangan dan pembaharuan hak apabila sudah digunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya.
(4) Dalam rangka mendukung investasi, pemegang hak pengelolaan badan bank tanah diberikan kewenangan untuk:
a. melakukan penyusunan rencana induk;
b. membantu memberikan kemudahan Perizinan Berusaha/ persetujuan;
c. melakukan pengadaan tanah; dan
d. menentukan tarif pelayanan.
(5) Penggunaan dan/atau pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah Pusat melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
                                     Pasal 130
Badan bank tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 terdiri atas:
a. Komite;
b. Dewan Pengawas; dan
c. Badan Pelaksana.
                                     Pasal 131
(1) Komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 huruf a diketuai oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan dan beranggotakan para menteri dan kepala yang terkait.
(2) Ketua dan anggota Komite ditetapkan dengan Keputusan Presiden berdasarkan usulan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan. Pemerintah Pusat melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
                                    Pasal 132
(1) Dewan Pengawas berjumlah paling banyak 7 (tujuh) orang terdiri dari 4 (empat) orang unsur profesional dan 3 (tiga) orang yang dipilih oleh Pemerintah Pusat.
(2) Terhadap calon unsur profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan proses seleksi oleh Pemerintah Pusat yang selanjutnya disampaikan ke DPR untuk dipilih dan disetujui.
(3) Calon unsur profesional yang diajukan ke DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit 2 (dua) kali jumlah yang dibutuhkan.
                                   Pasal 133
(1) Badan Pelaksana terdiri dari Kepala dan Deputi.
(2) Jumlah Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Ketua Komite.
(3) Kepala dan Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Komite.
(4) Pengangkatan dan pemberhentian Kepala dan Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diusulkan oleh Dewan Pengawas.
                                     Pasal 134
Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite, Dewan Pengawas, dan Badan Pelaksana diatur dengan Peraturan Presiden.
                                    Pasal 135
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan badan bank tanah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
                    Sumber : Draf UU Cipta Kerja versi 905 halaman

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×