Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) omnibus law sektor keuangan telah ditetapkan sebagai program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2021, Selasa (9/3). Beleid sapu jagad tersebut berjudul RUU tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, terdiri dari 94 pasal yang merumuskan ulang ketentuan tujuh Undang-Undang (UU) pendahulunya.
Pertama UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Kedua, UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Ketiga, UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Keempat, UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Kelima, UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keenam, UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Ketujuh, UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan RUU tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan ini akan segera dibawa ke rapat paripurna DPR RI terdekat untuk dilakukan pengesahan. Barulah, Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI akan mengarahkan pihak yang akan melakukan pembahasan RUU tersebut. “Usulan (dibahas) oleh Komisi XI DPR RI,” kata Supratman saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (10/3).
Baca Juga: Investor bisa memanfaatkan koreksi untuk masuk ke pasar saham maupun obligasi
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hadiyanto mengatakan pemerintah akan mengikuti tindak lanjut yang telah ditetapkan oleh DPR RI. Menurutnya, omnibus law sektor keuangan dapat menjadi solusi atas permasalahan sektor keuangan kini dan nanti. “Ada urgensi untuk pengaturan sektor keuangan yang lebih komprehensif, seiring dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi di sektor keuangan maupun pasar modal,” kata Hadiyanto kepada Kontan.co.id, Rabu (10/3).
Berdasarkan draf RUU tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang didapat Kontan.co.id, pemerintah dan DPR menginisiasi pembentukan Forum Pengawasan Perbankan Terpadu. Tujuannya untuk penguatan koordinasi antarlembaga yang memiliki kewenangan, pengawasan, dan penyelesaian permasalahan di sektor keuangan, khususnya perbankan.
Forum Pengawasan Perbankan Terpadu ini beranggotakan Dewan Komisioner OJK, Dewan Gubernur BI, Dewan Komisioner LPS, dan sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
“Forum bertugas merumuskan dan menetapkan indikator dan metodologi penilaian kondisi bank dengan menggunakan data dan informasi dalam sistem data dan informasi sektor keuangan terintegrasi dengan pendekatan proyeksi (forward looking),” Pasal 4 RUU tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Baca Juga: Saham dijagokan sebagai instrumen investasi berkinerja paling apik tahun ini
Kehadiran Forum Pengawasan Perbankan Terpadu nantinya diharapkan bisa mengantisipasi potensi permasalahan perbankan secara lebih dini dan terkoordinasi. Koordinasi antarlembaga ini diperkuat dengan pembangunan dan pengembangan sistem data dan informasi sektor keuangan yang terintegrasi, sebagai single source of truth di sektor keuangan.
Dus, RUU omnibus law sektor keuangan menata ulang kewenangan anggota KSSK tersebut. Ada empat kewenangan LPS yang baru. Pertama, LPS diperkuat dengan mandat risk minimizer untuk melakukan penanganan bank lebih dini, dengan melakukan persiapan penanganan permasalahan bank dan penempatan dana.
Kedua, memperluas opsi pendanaan LPS dalam penanganan permasalahan bank. LPS berwenang untuk melakukan pengaturan resolution plan dan kebijakan single customer view. Adapun, LPS melaksanakan penjaminan simpanan berdasarkan kelompok nasabah.
Ketiga, dalam mengelola kekayaannya, opsi investasi LPS diperluas yakni pada surat berharga yang diterbitkan pemerintah negara asing (hard currency) dengan opsi maksimal 100% dari total kekayaan LPS.
Keempat, Ketua Dewan Komisioner LPS menetapkan keputusan akhir apabila musyawarah tidak tercapai mufakat dan bertanggung jawab kepada Presiden. Anggota Dewan Komisioner terdiri dari untur pihak independen atas usul Menteri Keuangan dan unsur ex-officio Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diangkat oleh Presiden.
Baca Juga: IMF memuji sinergi kebijakan pemerintah dan BI dalam menghadapi pandemi Covid-19
Sementara itu, penataan kewenangan OJK dalam RUU tersebut mempertegas peran otoritas untuk menetapkan status pengawasan dan kewenangan pada setiap tahapan status bank. Penguatan kewenangan OJK dalam koordinasi pengawasan perbankan terpadu sebagai koordinator Forum Pengawasan Perbankan Terpadu. Lalu, penegasan kewenangan OJK terkait kebijakan makroprudensial non-perbankan.
OJK juga berhak memelihara data mengenai pemegang saham pengendali dan ultimate shareholder dalam rangka menjalankan kewenangan membatasi kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), komisaris, direksi, dan pemegang saham.
Kemudian, penguatan pengawasan secara terintegrasi termasuk konglomerasi keuangan di bawah Ketua Dewan Komisioner OJK. Selain itu, Ketua Dewan Komisioner OJK menetapkan keputusan akhir apabila musyawarah tidak mencapai mufakat dan dapat mengintervensi kebijakan eksekutif.
Dari sisi BI, penataan kewenangan bank sentral dipertegas dalam hal kewenangan penetapan kebijakan makroprudensial perbankan harus sesuai dengan kesepakatan perumusan kebijakan dalam rapat KSSK. Kendati begitu, dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis, BI bisa membeli surat berharga negara jangka panjang di pasar perdana, mengatur devisa bagi penduduk, dan akses pendanaan korporasi melalui perbankan.
Baca Juga: Pemerintah diminta bentuk roadmap yang jelas soal investasi dan penciptaan kerja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News