Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengemudi ojek online dikabarkan tidak akan mendapat subsidi BBM pada tahun 2025. Ekonom menilai hal itu dapat menghemat subsidi hingga Rp 12 triliun.
Ekonom Universitas Paramadina Jakarta, Wijayanto Samirin menilai jika tahun 2025 mendatang, pengemudi ojek online tidak masuk dalam kriteria penerima subsidi BBM, maka akan menurunkan volume konsumsi BBM bersubsidi. Dengan jumlah pengemudi ojol mencapai 4 juta, asumsinya masing-masing mengkonsumsi 4 liter per hari, maka diperkirakan penghematan subsidi bisa mencapai sekitar Rp 12 triliun dalam setahun.
"Ini jumlah yang cukup signifikan," ungkap Wijayanto kepada Kontan, Jumat (29/11).
Wijayanto menjelaskan, kenaikan harga akan dibebankan kepada para konsume, sehingga volume pemakaian berpotensi turun dan kue ekonomi sektor ojol secara keseluruhan akan mengecil. Tetapi, jika rencana pemerintah dijalankan dengan konsisten, dimana subsidi barang (termasuk BBM), diubah menjadi subsidi orang (misalnya BLT bagi Masyarakat berpenghasilan rendah), pemanfaatan APBN justru akan lebih optimal. Hal itu karena lebih tepat sasaran dan penerima BLT bisa mengalokasikan uang yang diterima untuk hal-hal yang lebih penting menurut mereka.
Baca Juga: Masih Tunggu Keputusan Final, Skema Baru BBM Bersubsidi Sudah Dilaporkan ke Presiden
"Jadi, dampak ekonomi dan manfaat dana APBN akan lebih optimal," ujarnya.
Tahun 2025 mendatang, Pemerintah berencana akan mengurangi subsidi barang seperti BBM dan diarahkan ke subsidi orang seperti BLT. Artinya penerima subsidi atau bantuan adalah orang-orang yang dianggap layak menerima dan jenis pembelanjaan diserahkan kepada penerima.
Wijayanto melihat hal itu berbeda dengan subsidi barang (BBM), dimana harga BBM yang disubsidi seringkali dimanfaatkan oleh banyak pihak yang tidak berhak. Misalnya mobil mewah membeli BBM subsidi.
Menurutnya ide mengubah subsidi barang ke subsidi orang sudah tepat. Namun pemerintah harus memastikan beberapa hal.
Baca Juga: Subsidi Pemerintah Belum Optimal, Perlu Perbaikan Data dan Pengawasan
Pertama, data penerima akurat karena saat ini kualitas data masih sangat buruk sehingga banyak bantuan salah sasaran.
Kedua, masyarakat menerima dana langsung tanpa perantara, ini untuk menekan potensi korupsi, salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan pendekatan teknologi.
Ketiga, perlu diminimalisir moral hazard, dimana penerima justru memanfaatkan dana bantuan untuik hal-hal negative seperti judi online, dugem, dan lainnya.
"Perlu secara random dicek, jika ada pelanggaran maka dikenakan sanksi penghentian BLT permanen, hal ini tidak akan membuat pelanggaran menjadi nol, tetapi akan mengurangi dengan sangat signifikan," jelasnya.
Selanjutnya: Intip Kesiapan Kemenhub Hadapi Nataru, Semua Moda Transportasi Harus Laik Jalan
Menarik Dibaca: Promo Akhir Bulan Indomaret hingga 4 Desember, Indomie Rendang Beli 3 Lebih Murah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News