Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah Indonesia terus berupaya menyodorkan berbagai tawaran manis, agar Amerika Serikat (AS) mau menurunkan tarif resiprokalnya.
Sebagaimana diketahui, pada Senin (7/7), secara mengejutkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald J. Trump menetapkan tarif tambahan perdagangan ke Indonesia sebesar 32% mulai 1 Agustus 2025, di luar tarif sektoral yang telah berlaku sebelumnya untuk seluruh produk asal Indonesia.
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto mengungkapkan salah satu tawaran menarik yang diberikan pemerintah untuk memperkuat hubungan ini adalah melalui komitmen para pelaku usaha Indonesia untuk membeli produk-produk unggulan AS di sektor pertanian dan energi, dan juga investasi dari Danantara dan BUMN dengan nilai total mencapai US$ 34 miliar.
Para pemimpin industri Indonesia dari sektor-sektor strategis seperti energi, dan pertanian, termasuk PT. PERTAMINA, dan PT. Busana Apparel Group (mewakili Asosiasi Pertekstilan Indonesia), FKS Group, Sorini Agro Asia Corporindo (sebagai anggota dari Perkumpulan Produsen Pemurni Jagung Indonesia), dan Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia, terlibat dalam diskusi yang produktif dengan mitra-mitra mereka di Amerika Serikat.
Baca Juga: Permintaan AS Berlebihan, Kurangi Ekspor Jadi Solusi Tarif Impor Tinggi Indonesia
Lebih rinci, Indonesia bakal melaksanakan impor komoditas energi dari AS dengan nilai total mencapai US$ 15,5 miliar atau sekitar Rp 251,11 triliun. Selebihnya, pemerintah belum bisa merincikan terkait ekspor impor dari AS yang akan dilakukan.
Nah dengan adanya kebijakan impor tambahan tersebut, maka neraca perdagangan Indonesia dengan AS akan berpotensi seimbang atau berbalik defisit, dari sebelumnya mencatatkan surplus US$ 19 miliar pada 2024.
“Beberapa MoU juga sudah selesai dilaksanakan, ini bisa menjadi sweetener (pemanis) buat upaya-upaya pemerintah government to government. Bisnis-bisnis yang diharapkan bisa juga nilainya itu sudah melebihi dari defisit (perdagangan) yang disampaikan pihak AS,” tutur haryo dalam media briefing, Rabu (9/7).
Meski demikian, Haryo membeberkan, MoU yang dilakukan dengan mitra di AS bersifat government to government dan juga business to business. Sehingga pemerintah sifatnya hanya mendorong perjanjian perdagangan tersebut.
Di samping itu, Haryo juga belum bisa merinci terkait totalan perjanjian bisnis yang disepakati. Namun ia memastikan sejumlah perusahaan sudah menandatangani nota kesepahaman.
Haryo juga menegaskan, AS masih membuka peluang negosiasi hingga akhir Juli 2025 sebelum kebijakan tarif tersebut benar-benar diberlakukan.
Bahkan ia memperkirakan proses negosiasi kemungkinan akan berlangsung melebihi Agustus 2025.
“Kita belum menganggap ini selesai, karena di surat mereka juga menyampaikan bahwa pertama tadi dia masih Agustus dan kemudian juga saya merasa lewat Agustus 2025 pun ini negosiasi juga belum selesai,” tandasnya.
Baca Juga: Menko Airlangga Diminta Batalkan Negosiasi Tarif Impor Trump
Selanjutnya: Trump Kritik Putin: Terus Beri Omong Kosong soal Perang Ukraina
Menarik Dibaca: 9 Manfaat Makan Sayur Genjer bagi Kesehatan Tubuh, Apa Saja ya?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News