Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis neraca dagang Januari 2019 mengalami defisit US$ 1,16 miliar meningkat bila dibanding bulan sebelumnya yang tercatat defisit US$ 1,1 miliar.
Kondisi ini memburuk bila dibandingkan dengan defisit Januari 2018 yang tercatat US$ 0,76 miliar. Bahkan terdalam sejak Januari 2014 yang tercatat US$ 430,6 juta.
Secara runtut, pada Januari 2015 bahkan surplus US$ 710 juta, kemudian Januari 2016 surplus US$ 50,6 juta, juga pada Januari 2017 surplus US$ 1,42 miliar. "Defisit karena defisit migas maupun non-migas," jelas Kepala BPS Suhariyanto, Jumat (15/2).
Defisit pada neraca migas sebesar US$ 454,8 juta dengan rincian sebagai berikut; minyak mentah defisit sebesar US$ 383,6 juta, hasil minyak defisit US$ 981,1 juta, dan hanya gas yang surplus US$ 909,9 juta. Sedangkan neraca non-migas juga mengalami defisit US$ 704,7 juta.
Suhariyanto memaparkan, nilai ekspor Januari 2019 sebesar US$ 13,87 miliar. Bila dibandingkan Desember 2018 turun 3,24%. Penurunan ekspor terutama disebabkan turunnya ekspor migas yang sebesar 29,30%.
Penurunan ekspor migas terjadi untuk hasil minyak, minyak mentah dan gas. Sedangkan ekspor non-migas naik 0,38%. Penyebab kenaikan non migas adalah komoditas abu kerak dan biji logam, bahan kimia organik, serta besi dan baja.
"Ekspor Januari 2019 juga mengalami penurunan 4,70% dibanding Januari 2018," jelas Suhariyanto.
Perlu diketahui, 91% ekspor Indonesia berasal dari non-migas. Dengan industri pengolahan menyumbang 73,14%.
Kendati demikian, ekspor industri pengolahan turun secara bulanan sebesar 0,24%. Secara bulanan, komoditas yang turun antara lain mesin untuk keperluan khusus, alat komunikasi, kimia organik dan pupuk. Industri pengolahan juga mengalami penurunan secara tahunan yang mencapai 4,74%.
Dengan demikian dapat disimpulkan secara bulanan hanya pertambangan yang mengalami kenaikan. Tercatat naik 3,99%. Sedangkan secara tahunan yang mengalami kenaikan hanya sektor pertanian tercatat naik 9,99%.
Di sisi impor mencapai US$ 15,03 miliar. Impor juga mengalami penurunan 2,19% bila dibandingkan Desember 2018 yang tercatat US$ 15,36 miliar. Penurunan terjadi karena impor migas yang turun 16,58%.
"Sedangkan impor non-migas stagnan," ujar Suhariyanto.
Impor Januari ini bila dibanding Januari 2018 turun 1,83%. Tercatat januari 2018 impor sebesar US$ 15,31%.
Penurunan impor konsumsi mencapai 16,75% secara bulanan. Penurunan terjadi pada komoditas bawang, apel, daging beku dan anggur. Di Desember 2018 konsumsi memang memuncak kebutuhan konsumsi maka impor barang konsusmi pada Januari 2019 turun.
Sedangkan impor bahan baku mengalami kenaikan secara bulanan sebesar 2,08%. Kenaikan impor antara lain terjadi pada emas dan lampu, serta barang kimia seperti potasium klorid. Kendati demikian, impor bahan baku turun 0,11% secara tahunan
Selama Januari 2019 mesin/peralatan listrik, kendaraan dan bagiannya mengalami penurunan secara bulanan. Kondisi ini yang menyebabkan impor barang modal turun agak dalam 12,10% secara bulanan pun turun 5,10% secara tahunan.
"Impor masih didominasi mesin pesawat mekanik dan mesin peralatan listrik," jelas Suhariyanto.
Tambahan informasi struktur impor Indonesia sebanyak 76% di dominasi bahan baku, kemudian 15,66% barang modal, dan terakhir konsumsi sebanyak 8,13%.
BPS juga memaparkan beberapa harga komoditas mengalami kenaikan dan penurunan bila di banding Desember 2018. Fluktuasi harga ini yang mempengaruhi perkembangan ekspor dan impor.
Komoditas non-migas yang mengalami peningkatan harga antara lain minyak kelapa sawit, karet, nikel dan timah. Crude palm oil (CPO) naik 9,35% sedangkan karet naik 10,42%. Sedangkan komoditas yang mengalami penurunan harga yaitu batu bara turun 2,76%. Pun dengan tembaga, alumunium dan seng.
Untuk harga minyak mentah indonesia mengalami kenaikan dari Desember 2018 sebesar US$ 54,81 per barel menjadi US$ 56,55 per barel pada Januari 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News