Reporter: Asep Munazat Zatnika, Margareta Engge Kharismawati, Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Ekonomi makro Indonesia kembali mendapatkan kabar positif berupa perbaikan kinerja perdagangan. Ekspor Desember meningkat dan impor menyusut sehingga menghasilkan surplus neraca perdagangan sebesar US$ 1,52 miliar. Surplus ini merupakan kelanjutan dari dua bulan yang berlangsung berturut-turut dan merupakan terbesar pada tahun 2013. Namun, membaiknya neraca perdagangan gagal mengangkat nilai tukar rupiah. Ada apa?
Ya, nilai tukar rupiah pada kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencapai Rp 12.251 per dollar Amerika Serikat (AS), mendekati pelemahan terbesar pada 28 Januari 2013 Rp 12.267. Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Dody Budi Waluyo, bilang, membaiknya neraca dagang akan mengurangi defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD). Penurunan CAD seharusnya menambah kepercayaan pasar dan memperkuat nilai tukar rupiah. "Harusnya rupiah positif," kata Dody, Senin (3/2).
Nyatanya, teori berbanding terbalik dengan kondisi yang sebenarnya. Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menganalisa, berita positif neraca perdagangan belum cukup memberikan kabar baik bagi rupiah. Pelaku pasar masih khawatir dengan tapering off yang semakin dalam. Asal tahu, di Februari ini The Fed akan kembali mengurangi stimulusnya sebesar US$ 10 miliar menjadi US$ 65 miliar. "Apalagi, secara tahunan masih ada defisit perdagangan US$ 4,06 miliar," tambah Tony.
Harus konsisten
Ekonom BCA David Sumual, menilai, investor belum yakin neraca perdagangan mampu mendorong defisit neraca transaksi berjalan. Investor pun masih menunggu data defisit neraca transaksi berjalan kuartal IV 2013. Investor juga masih menunggu perkembangan ekonomi global, terutama dari AS.
Dengan kondisi seperti itu David meramalkan nilai tukar rupiah masih akan bergerak di atas Rp 12.000 per Dollar AS dalam jangka pendek ini. Tony pun sependapat, rupiah belum bisa menembus di bawah level Rp 12.000 dalam waktu dekat ini.
Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko, meyakini, surplus neraca dagang akan berefek positif terhadap rupiah jika surplus tersebut berlangsung kontinyu dan konsisten hingga pertengahan tahun 2014. Bila itu terjadi, rupiah bisa menguat di kisaran Rp 11.200-Rp 11.600 per dollar AS.
Selain itu, Kepala Ekonom Danamon, Anton H. Gunawan, menambahkan, rupiah semakin menguat jika ada hasil positif dari pemilu. Perhitungannya, pada akhir tahun rupiah menguat ke sekitar Rp 11.058.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News