Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pemerintah sepertinya gagal memaksa perusahaan mesin pencari internet, Google Inc membayar utang pajaknya lewat jalur negosiasi. Sebab menjelang akhir tahun, negosiasi pajak yang dilakukan Ditjen Pajak dan perusahaan raksasa teknologi ini tidak membawa hasil.
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv mengatakan, jika sampai akhir tahun ini tidak ada kesepakatan negosiasi, maka kasus pajak Google akan masuk tahap pemeriksaan bukti permulaan. "Sepertinya tidak akan ada kesepakatan dalam sisa waktu tahun ini," ujarnya, Selasa (20/12).
Haniv menceritakan, sebetulnya dalam proses negosiasi, pihaknya sudah memasang angka settlement yang jauh di bawah potensi pajak terutang Google. Namun dengan jumlah yang rendah itu pun, Google enggan membayar utang-utang pajaknya. Padahal angka settlement itu bukan untuk ditawar lagi mengingat nilai yang diajukan pemerintah sudah sangat rendah.
Tanpa mengatakan nilai settlement yang diajukan Ditjen Pajak, menurut Haniv, tawaran dari pihak Google hanya seperlima dari nilai.
Akibat negosiasi yang buntu, rencananya mulai tahun depan Ditjen Pajak akan langsung melakukan pemeriksaan bukti permulaan. Nah, karena akan masuk tahap pemeriksaan bukti permulaan, Google terancam harus membayar utang pajaknya penuh ditambah denda administrasi. Nilainya diperkirakan mencapai lebih dari Rp 5 triliun.
Estimasi total utang pajak itu berdasarkan data keuangan Google yang diperoleh pemerintah dari bagian akuntansi Google. Jumlah itu, menurut Haniv, baru untuk utang pajak tahun 2015 saja, belum sampai pemeriksaan utang pajak lima tahun ke belakang.
Sebelumnya, Haniv mengatakan, proses settlement dilakukan Ditjen Pajak untuk menghitung total pembayaran pajak Google, baik pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN). Sebab jika dihitung secara rinci, utang pajak Google bisa mencapai Rp 5,5 triliun. Angka itu sudah termasuk denda 400% dari pokok pajaknya sekitar Rp 1 triliun.
Dalam proses settlement, denda dikesampingkan dan dicarikan win-win solution. "Selama ini, pajak penghasilan Google yang dibayarkan sangat kecil," imbuhnya.
Selain Google, Ditjen Pajak juga akan melakukan hal yang sama kepada perusahaan over the top (OTT) lain, yaitu Facebook, Twitter, Yahoo. Bahkan Haniv mengakui, Ditjen Pajak sudah menyurati Facebook, bersamaan dengan Google.
Ditjen Pajak juga akan melayangkan surat kepada Pemerintah Irlandia, tempat Facebook berpusat. Dengan surat itu, diharapkan nama Facebook akan tercoreng karena membayar pajak kecil.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya juga mengatakan, strategi aggressive tax planning yang digunakan perusahaan-perusahaan berbasis internet tersebut di Indonesia tidak bermoral. "Jika Anda mendapat uang di sini, akan adil jika Anda membayar pajak disini. Saya tidak peduli dimana kantor pusat Anda," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News