Reporter: Amal Ihsan Hadian | Editor: Tri Adi
KOPENHAGEN. Baru masuk hari kedua pelaksanaan Konferensi PBB untuk Tata Laksana Perubahan Iklim ke-15 (UNFCCC COP 15), aroma kegagalan sudah menyeruak. Harapan banyak pihak bahwa pertemuan kali ini akan menghasilkan kesepakatan baru yang lebih ambisius dan mengikat, tampaknya, harus dibuang jauh-jauh.
Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Rachmat Witoelar mengungkapkan, setelah berbincang dengan delegasi dari berbagai negara usai pembukaan konferensi, negara-negara maju tampaknya berusaha menghindar melaksanakan komitmen mereka. "Mereka finger pointing, artinya setuju untuk melakukan sesuatu tapi menunggu yang lain untuk melakukannya lebih dahulu," katanya, Selasa (8/12).
Negara-negara maju, yang biasa disebut Annex I, tidak kunjung menegaskan komitmen mereka untuk menetapkan target dan tenggat waktu dalam jangka pendek untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Sesuai dengan kesepakatan, mereka harus menurunkan 25% sampai 40% emisi karbon mereka pada 2020 dari level emisi tahun 1990.
Sekarang, mereka justru meminta negara berkembang ekonomi maju yang emisinya juga besar, seperti China, India, dan Indonesia juga berkomitmen menurunkan emisinya. Dalam Danish Proposal, Denmark mengusulkan agar semua negara menurunkan gas buangnya pada 2025, sesuai dengan target tiap negara.
Ini jelas menegasikan Protokol Kyoto yang menegaskan bahwa negara maju menjadi pihak pertama yang harus memotong tingkat emisinya. Untuk memuluskan tujuan ini, Denmark telah mengundang delegasi China, India, Brasil, dan Afrika Selatan dalam pertemuan tertutup guna melobi usulan mereka.
Indonesia menegaskan komitmen untuk menurunkan 26% emisi karbon pada 2020. China telah mengumumkan target penurunan emisi 40% sampai 45% dari level tahun 2005 pada tahun 2020. Sedangkan Menteri Lingkungan India Jairam Ramesh menyatakan, negaranya akan mengurangi 20%-25% emisi gas rumah kaca
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News