kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Nama di Panama Papers diminta repatriasi aset


Jumat, 08 April 2016 / 16:29 WIB
Nama di Panama Papers diminta repatriasi aset


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pemerintah akan berupaya untuk menambah jumlah likuiditas di perbankan dalam negeri melalui penerapan kebijakan Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty. Tak hanya itu, pemerintah juga akan meminta beberapa nama orang Indonesia yang tercantum dalam Panama Papers dan disebut memiliki aset luar negeri (offshore) untuk mengikuti Tax Amnesty.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, saat ini pasar keuangan Indonesia belum optimal. Dana pihak ketiga (DPK) yang ada diperbankan dalam negeri baru mencapai 40,7% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura yang DPK-nya mencapai 137% dari PDB, Malaysia 94% dari PDB, dan Filipina 55% dari PDB.

Sementara itu, transaksi di pasar modal domesti juga relatif rendah, yaitu 45,2% dari PDB. Padahal di negara tetangga seperti Thailand, nilai pasar modalnya mencapai 104% dari PDB dan Malaysia 156% dari PDB.

Terbatasnya likuiditas tersebut lantaran jumlah DPK yang cenderung rendah. Masalahnya kata Bambang, hal tersebut terjadi lantaran uang dari hasil kegiatan yang dilakukan di Indonesia berada di luar negeri. Oleh karena itu, Bambang ingin kebijakan Tax Amnesty jadi cara untuk memasukkan uang tersebut.

“Saya imbau beberapa nama di Panama Papers merepatriasi dana di luar negeri,” kata Bambang, Jumat (8/4).

Jika aset-aset tersebut direpatriasi lanjut Bambang, pemerintah akan menyiapkan berbagai instrumen, mulai dari surat utang negara (SUN), surat utang BUMN untuk kategori korporasi, atau deposito, dengan syarat tidak dapat diperdagangkan selama satu tahun.

Sebelumnya, Bambang memang mengklaim bahwa pihaknya telah memiliki data 6.000 warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki rekening di luar negeri dan berpotensi tidak tercatat dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak tahunan. Adapun pola yang biasanya digunakan WNI untuk melakukan penyimpanan uang di luar negeri yakni, special purpose vehicle (SPV) dengan SPV favorit di Kepulauan Virgin Britania Raya alias British Virgin Islands.

Menurut Bambang, data yang dimilikinya tersebut berbeda dengan data Panama Papers. Menkeu telah memerintahkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk mendalami data Panama Papers.

Jika ditemukan kesamaan nama, Panama Papers akan dijadikan tamabahan bahan penggalian informasi. Namun jika berbeda, maka nama-nama tersebut akan dijadikan data baru oleh Ditjen Pajak.

Sayangnya, Bambang masih enggan mengungkapkan nama-nama yang akan diimbau tersebut. Soal repatriasi lanjut Bambang, akan tetap bersifat opsional. Artinya, jika nantinya masyarakat mau merepatriasikan asetnya, maka tarif tebusan yang akan dibayarkan menjadi lebih rendah.

Bambang pernah bilang, jika masyarakat merepatriasi asetnya ke dalam negeri, akan ada aset lebih dari Rp 11.450 yang masuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×