kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mustahil harapkan kinerja ekspor tumbuh ketika ekonomi China melambat


Senin, 28 Januari 2019 / 06:10 WIB
Mustahil harapkan kinerja ekspor tumbuh ketika ekonomi China melambat


Reporter: Mochammad Fauzan | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Melambatnya perekonomian China menimbulkan kekhawatiran atas efek domino terhadap perekonomian global. Perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) juga telah menambah suramnya perkiraan ekonomi dunia.

China adalah salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Bersama AS, china menguasai hampir separuh perekonomian global.

Perekonomian China terdiri dari sepertiga pertumbuhan ekonomi global. Dan ini berarti negara penghasil komoditas seperti Indonesia tergantung pada China sebagai tujuan ekspor.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menjelaskan perlambatan ekonomi China berpotensi mengurangi permintaan bahan baku dari Indonesia baik komoditas energi, tambang, perkebunan maupun perikanan.

"Efeknya kinerja ekspor tahun ini diperkirakan hanya ada dikisaran 6-7%. Sebagai catatan pertumbuhan ekspor di 2018 adalah 6,65%." ujar Bhima, Minggu (27/1).

Hal tersebut senada dengan diungkapkan Ekonom Core Piter Abdullah yang menyatakan, ekonomi China sangat menentukan laju pertumbuhan ekonomi global, dengan begitu perlambatan ekonomi China tentunya dapat menyebabkan perlambatan ekonomi global.

"Hampir mustahil mengharapkan ekspor Indonesia tumbuh tinggi ketika perekonomian China dan global melambat." ujar Piter, Minggu (27/1).

Ekspor Indonesia ke China - 15% atau sebesar US$ 24,3 miliar dari total ekspor - sebagian besar adalah batu bara. Meski demikian, Impor dari China mencapai 28,49% dari total impor non migas atau nilainya US$ 45,2 miliar. "Impor dari China tumbuh 27,41% di 2018." ucap Bhima

Bhima menambahkan langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah menjaga daya beli khususnya dengan meningkatkan harga komoditas di level petani.

"Program B20, penyerapan karet untuk campuran aspal harus terus didorong agar oversupply sawit dan karet menurun." ujar Bhima

Selain itu, pemerintah perlu menggelontorkan lebih banyak stimulus fiskal ke sektor riil, berupa keringanan pajak atau penurunan pungutan ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×