Reporter: Dea Chadiza Syafina |
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai menggelar tes kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap calon anggota dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan. Para peserta pun jualan program agar terlihat menarik. Mulia P Nasuton, salah satu peserta tes, mengusulkan pembedaan pembayaran premi bagi setiap pelaku industri keuangan.
Pembebanan iuran tergantung pada kemampuan industri keuangan. Jadi, iuran yang yang disetor bank, asuransi maupun dapen tidak sama. Dengan pembedaan itu, iuran tidak membebani dan terlihat lebih adil. Daya saing perusahaan juga tidak berpengaruh. "Konsep yang tidak membebankan adalah jika persentasenya cukup kecil. Kemudian tidak menyamaratakan besaran iuran bagi industri yang besar maupun yang kecil," tutur Mulia Nasution, seusai menjalani fit and proper test di Komisi XI, Gedung DPR, Jakarta, Kamis (7/6).
Selain itu, lanjut Mulia, besaran iuran yang akan dikenakan kepada industri keuangan seperti perbankan sebaiknya lebih rendah dari yang lelah dikenakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). "Seharusnya lebih kecil dari LPS yang 0,1%," tandasnya.
Mulia merupakan satu dari 14 nama calon anggota DK OJK yang diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada DPR. Proses seleksi ini akan berlangsung selama sepekan.
Komisi XI DPR akan memilih enam dari 14 nama yang diajukan pemerintah. Hasilnya akan diumumkan pada 19 Juni mendatang. Sebelum memulai proses seleksi, Komisi XI DPR telah meminta masukkan dari berbagai masukan dan pandangan dari berbagai lembaga mulai pekan ini. Di antaranya adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) serta Indonesia Corruption Watch (ICW) dan juga serikat pekerja perbankan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News