Reporter: Tedy Gumilar | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pengusaha perkebunan kelapa sawit tak usah cemas dengan pelaksanaan penghentian sementara alias moratorium izin baru alih fungsi atau konversi hutan alam dan lahan gambut. Pemerintah berjanji akan berupaya maksimal mengembangkan sektor usaha yang telah menyerap 18,5 juta tenaga kerja tersebut.
Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Diah Maulida menyatakan, pemerintah tidak cuma memberikan dukungan dalam kegiatan perkebunan, tapi juga membantu mengakses pasar luar negeri dan memperbaiki aturan main. "Letter of intent (LoI) dengan Norwegia tidak membatasi kami mengembangkan perkebunan sawit," katanya, Kamis (15/7).
Adapun dukungan pemerintah dalam kegiatan perkebunan berupa optimalisasi perkebunan rakyat. Caranya, dengan memberikan penyuluhan kepada petani untuk memperbaiki pola tanam. Sehingga, produksi tandan buah segar (TBS) nasional bisa digenjot tanpa perlu menambah areal perkebunan baru. "Tahun ini target produksi nasional tetap 21,5 juta ton, sebanyak 45% akan dipasok dari perkebunan sawit rakyat," ujar Diah.
Kementerian Pertanian mencatat, dari 7,9 juta hektare kebun sawit di Indonesia, sebanyak 41% atau sekitar 3 juta hektare di antaranya merupakan milik rakyat. Hingga kini, produktivitasnya masih rendah, hanya 1,2 ton hingga 2 ton TBS per hektare.
Soal akses pasar, Diah menjelaskan, pemerintah akan menggencarkan promosi dan negosiasi dalam menembus pasar di sejumlah negara yang selama ini menerapkan standar tinggi. Misalnya, "Kami akan merampungkan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) tahun ini," katanya. Menurut dia, ISPO bersifat mandatory dan menjadi jaminan bahwa industri sawit kita ramah lingkungan.
Selain itu, pemerintah akan menyelaraskan kebijakan pusat dan daerah. Ambil contoh, mengenai tata ruang. Pemerintah sudah membentuk tim terpadu yang akan mendorong percepatan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). Selama ini, "Pemerintah dinilai melakukan pembiaran sehingga pembangunan industri sawit dapat terhambat," ujar Dia.
Sekadar mengingatkan, LoI Indonesia-Norwegia yang diteken di Oslo, antara lain mengatur moratorium izin baru konversi kawasan hutan alam. Sebagai konsekuensinya, negara kita akan mendapat hibah US$ 1 miliar.
Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menegaskan, LoI dengan Norwegia sama sekali tidak menutup akses pengembangan perkebunan sawit. Jadi, "Jangan takut nggak dapat lahan baru. Semuanya sudah diakomodir," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News