kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Momentum pertumbuhan ekonomi terancam sirna


Kamis, 21 Agustus 2014 / 14:15 WIB
Momentum pertumbuhan ekonomi terancam sirna
ILUSTRASI. Suasana saat konferensi pers IPO Saratoga Investama Sedaya Tbk (Saratoga) di Jakarta, Selasa (29/5). KONTAN/BAihaki/29/5/2013


Reporter: Herry Prasetyo | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia tampaknya terancam sirna. Alih-alih makin kencang, pertumbuhan ekonomi kita sepanjang paro tahun pertama tahun ini justru melempem, hingga mencapai titik terendah dalam lima tahun terakhir.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi negara kita selama kuartal II–2014 hanya 5,12%. Pencapaian ini lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kuartal I–2014 sebesar 5,22%. Selain didorong perlambatan kinerja ekspor lantaran larangan ekspor mineral, pertumbuhan ekonomi tertekan akibat kontraksi belanja pemerintah yang tercatat minus 0,7%.

Jika tak ingin kehilangan momentum pertumbuhan ekonomi, pemerintah tentu harus bekerja keras. Tapi, bukan hal yang mudah menggenjot pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perekonomian global yang tengah lesu. Pemerintah lebih memilih menurunkan target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang sebelumnya dipatok di level 6%. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,5%.

Cuma, bukan tidak mungkin target tersebut tak tercapai. Sinyal itu datang dari Andin Hadiyanto, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Memang, pemerintah akan berupaya mencapai target 5,5%. Tapi, ia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini kemungkinan akan berada di batas bawah, yakni di level 5,3%.

Bobby Hamzah Rafinus, Deputi Bidang Koordinasi Fiskal dan Moneter Kementerian Koordinator Perekonomian, mengakui, pemerintah bakal kesulitan mencapai target pertumbuhan 5,5%. Meski begitu, dia yakin, pertumbuhan ekonomi di kuartal III–2014 dan IV–2014 akan lebih tinggi ketimbang dua triwulan sebelumnya. Sebab, pemerintah sudah menyelesaikan renegosiasi kontrak tambang sehingga ekspor mineral bisa berjalan normal. Penyerapan anggaran belanja akan lebih baik di semester kedua.

Jaga momentum

Destry Damayanti, Kepala Ekonom Bank Mandiri, mengamini, belanja pemerintah di kuartal ketiga lebih bagus lantaran ada pengeluaran untuk pembayaran gaji ke-13. Selain itu, anggaran pemerintah untuk belanja modal ataupun pembangunan infrastruktur biasanya mulai cair pada kuartal tiga. Lalu, “Konsumsi masyarakat akan lebih tinggi karena ada faktor Lebaran,” katanya.

Namun, Destry memproyeksikan, ekonomi sepanjang 2014 paling banter hanya tumbuh di kisaran 5,2%–5,3%. Sebab, kinerja ekspor masih belum pulih, meski ekspor mineral sudah kembali normal. Sementara investasi juga belum akan tumbuh signifikan karena para investor masih menanti kepastian ekonomi dan politik. Di sisi lain, banyak perusahaan masih enggan melakukan ekspansi gara-gara bunga kredit tinggi.

Purbaya Yudhi Sadewa, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, mengatakan, selama belum ada perubahan arah ekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan banyak bergerak dari kisaran 5,2%. Plus, selama Bank Indonesia masih mematok suku bunga tinggi dan belanja pemerintah tak sesuai target, laju ekonomi terus melambat.

Menurut Purbaya, pengetatan kebijakan moneter berarti memperlambat pertumbuhan ekonomi. Padahal, Indonesia tengah berada dalam momentum pertumbuhan ekonomi. Jika tidak diantisipasi, perlambatan ekonomi akan cenderung mendongkrak angka pengangguran dan kemiskinan.

Jadi, pemerintah harus bekerja keras menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.


***Sumber : KONTAN MINGGUAN 46 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×