Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materiil yang diajukan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI). Perkara ini teregister dengan Nomor 64/PUU-XIX/2021. Hal ini dibacakan dalam sidang putusan uji materiil UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja pada hari ini, Selasa (25/1).
Pemohon uji materiil diantaranya diwakili Ketua Umum PDHI Muhammad Munawaroh beserta lima pemohon lainnya. Para pemohon memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Pasal 34 Angka 16 ayat (2) dan Pasal 34 Angka 17 ayat (1) UU Cipta Kerja yang berisi perubahan Pasal 69 ayat (2) dan Pasal 72 ayat (1) Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Nakeswan), bertentangan dengan UUD 1945.
Para pemohon mengatakan, norma a quo justru tidak memberikan kemudahan dalam proses pengajuan perizinan berusaha sebagaimana tercantum dalam naskah akademik rancangan UU 11/2020, sebab tidak setiap orang yang berusaha di bidang pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan hewan yang melakukan pelayanan kesehatan hewan dapat mengajukan Perizinan Berusaha.
Hal tersebut karena dituntut memiliki modal usaha yang cukup besar sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan pelaksana dari UU Nomor 11/2020.
Baca Juga: Selamatkan UU Cipta Kerja, DPR Segera Revisi UU Nomor 12/2011
Menurut para pemohon, kewajiban memenuhi perizinan berusaha sebagaimana diatur dalam norma a quo secara implisit menyatakan profesi dokter hewan hanya merupakan suatu kegiatan berusaha yang ditentukan dari besaran modal semata. Hal itu menunjukkan negara tidak mengakui, menjamin, memberikan perlindungan serta memberikan kepastian hukum bagi tenaga kesehatan hewan khususnya dokter hewan itu sendiri.
Atas permohonan uji materiil tersebut, Majelis Hakim Konstitusi tidak menerima gugatan para pemohon. Dalam konklusinya, MK menyatakan permohonan para permohon prematur.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman dipantau dari Youtube Mahkamah Konstitusi RI, Selasa (25/1).
Terhadap dalil para pemohon tersebut, menurut MK, secara formil UU 11/2020 telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 sehingga secara formal tidak sah berlaku sampai ada perbaikan formil selama masa tenggang waktu 2 (dua) tahun dimaksud.
Masa 2 (dua) tahun tersebut adalah masa perbaikan formil. Hal itu disebabkan karena dalam masa perbaikan formil tersebut tidak tertutup kemungkinan adanya perubahan atau perbaikan substansi yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang.
Terlebih lagi, dalam amar putusan a quo angka 7 Mahkamah menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dengan demikian, menurut Mahkamah permohonan para pemohon menjadi prematur. Pertimbangan demikian disebabkan oleh karena permohonan a quo diajukan setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUUXVIII/2020, bertanggal 25 November 2021.
Baca Juga: Kementerian ESDM Mencanangkan Omnibus Law Minerba dengan Menetapkan Sejumlah Kepmen