Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi lewat UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.
Salah satu poin revisi tersebut adalah dihapusnya pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.
Pasal tersebut berbunyi “Jika diperlukan perubahan terhadap Undang-Undang yang telah diuji, DPR atau Presiden segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Menanggapi hal itu, Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono mengatakan, meski pasal itu dihapuskan, Presiden dan DPR tetap wajib melaksanakan putusan MK.
Baca Juga: Jokowi minta yang keberatan UU Cipta Kerja ajukan uji materi ke MK
Hal ini ditegaskan dalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat umum.
“Ya, tanpa adanya pasal itu, putusan MK tetap bersifat final dan mengikat yang tak memungkinkan adressat (alamat) putusan menghindar dari kewajiban untuk taat dan melaksanakan putusan,” kata Fajar ketika dikonfirmasi, Rabu (14/10).
Sebagai informasi, dihapusnya Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi merupakan tindak lanjut putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011.
Putusan tersebut merupakan putusan pengujian MK terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. Pemohon uji materi merupakan pakar hukum diantaranya Saldi Isra, Yuliandri, Arief Hidayat, Zainul Daulay, Zainal Arifin Mochtar, Muchamad Ali Safa’at, Fatmawati dan Feri Amsari.
Baca Juga: SPI tolak UU Cipta Kerja karena mengancam keberlangsungan petani kecil
Mengutip putusan tersebut, terhadap dalil para Pemohon bahwa Pasal 59 ayat (2) UU 8/2011 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut:
Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan, antara lain, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final ...”. Ketentuan tersebut jelas bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat umum (erga omnes) yang langsung dilaksanakan (self executing).