kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

MK bantah putusan terkait hak angket KPK inkonsisten


Kamis, 15 Februari 2018 / 14:55 WIB
MK bantah putusan terkait hak angket KPK inkonsisten
ILUSTRASI. Gedung Mahkamah Konstitusi


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selain dianggap melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi Pasal 79 ayat (3) UU MD3 terkait hak angket DPR, dinilai inkonsisten terhadap putusan MK terdahulu.

Sebab, dalam putusan Nomor 36/PUU-XV/2017  tanggal 8 Februari 2018, MK menyatakan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang berada di ranah eksekutif, sehingga dapat diawasi melalui penggunaan hak angket oleh DPR.

Namun, Juru bicara MK, Fajar Laksono membantah hal tersebut. Menurutnya dalam putusan terdahulunya, MK juga tidak pernah menjelaskan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang berada di ranah tertentu, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

"Dalam putusan-putusan terdahulu, MK tak pernah berpendapat, yang pada pokoknya menyatakan KPK merupakan lembaga negara yang berada pada ranah kekuasaan tertentu. Baru pada Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 inilah, MK menyatakan pendapat bahwa KPK merupakan lembaga negara yang berada di ranah kekuasaan eksekutif," jelas Fajar dalam jumpa pers di MK, Kamis (15/2).

Fajar merinci, beberapa putusan yang kerap digunakan untuk menilai MK tidak konsisten adalah Putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, Putusan Nomor 5/PUU-IX/2011 dan Putusan Nomor 49/PUU-XI/2013.

"Dalam ketiga putusan tersebut pada pokoknya MK menyatakan, KPK merupakan lembaga negara yang terkait atau melaksanakan sebagian fungsi kekuasaan kehakiman. Posisi KPK sebagai lembaga negara memang tak termasuk dalam ranah kekuasaaan kehakiman, namun diberikan tugas, kewenangan, dan fungsi yang berkaitan dengan fungsi kekuasaan kehakiman," papar Fajar.

Oleh karena itu, dalam Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017, meskipun MK menegaskan fungsi pengawasan DPR melalui hak angket, namun objeknya terbatas. Lantaran memiliki independensi yudisial, DPR tak dapat mengajukan hak angket terhadap KPK terkait fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang dilakukan KPK.

"Penggunaan hak angket DPR tidak dapat diterapkan dalam hal KPK menjalankan tugas penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan, sebab independensi dan bebasnya KPK dari pengaruh kekuasaan manapun adalah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya," lanjut Fajar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×