Sumber: Antara | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mendorong BUMN sektor perikanan yaitu PT. Perikanan Indonesia (Perindo) untuk berfungsi sebagai lembaga semacam Bulog perikanan guna dapat menyerap hasil tangkapan nelayan di berbagai daerah.
"Semoga Perindo diperkuat sebagai BUMN Perikanan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, sudah seharusnya Perindo diperkuat perannya sebagai lembaga penyangga untuk menjaga stabilisasi harga tangkapan hasil nelayan.
Menteri Susi mengakui upaya untuk mendekonstruksi sektor perikanan Indonesia bukan hal mudah, padahal pengaturan kawasan perairan dinilai tidak akan mengurangi tetapi bakal menambah produktivitas pelaku usaha perikanan.
Selain itu, ujar dia, pihaknya juga menjaga agar persaingan dalam menangkap ikan dapat terjaga dengan adil, sehingga nelayan lokal juga bisa menikmati seluruh sumber daya lokal dan tidak habis diambil kapal ikan asing.
"Tugas kita menjaga perairan di laut lepas supaya nelayan kita mendapat kesempatan yang sama," imbuhnya.
Untuk itu, ia juga menginginkan berbagai pihak dapat membantu nelayan, misalnya, dalam masa transisi penggantian cantrang dengan alat tangkap ikan yang lebih ramah lingkungan, agar suku bunga perbankan bisa diturunkan.
Berbagai langkah membantu nelayan dinilai Menteri Susi bakal membantu untuk lebih meningkatkan Nilai Tukar Nelayan (NTN), yaitu metode pengukuran kemampuan daya beli rumah tangga nelayan yang digunakan oleh lembaga BPS.
Peran nelayan dalam kebijakan
Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menginginkan, nelayan tradisional dan elemen masyarakat pesisir lainnya diikutsertakan dalam pengambilan kebijakan pemerintah di sektor kelautan dan perikanan.
"UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan mengamanatkan pemerintah pusat dan daerah untuk melibatkan masyarakat pesisir dalam setiap forum pengambilan kebijakan," kata Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim, Rabu (6/4).
Dia mengingatkan bahwa dalam pasal 5 UU tersebut disebutkan bahwa nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam harus dilibatkan dalam sejumlah perencanaan, diantaranya rencana tata ruang wilayah, serta rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kemudian, rencana pembangunan nasional, rencana pembangunan daerah, rencana anggaran pendapatan dan belanja negara, serta rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Selain itu, UU tersebut juga pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan kewenangannya diharuskan untuk menyediakan skema asuransi, antara lain terkait penjaminan terhadap risiko penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, dan produksi garam dalam bentuk asuransi perikanan atau asuransi pergaraman.
"Yang dimaksud dengan risiko dalam pasal ini, yaitu bencana alam, hilang atau rusaknya sarana penangkapan ikan, wabah penyakit ikan menular, dampak perubahan iklim, pencemaran, dan atau jenis risiko-risiko lain yang diatur dengan peraturan menteri," paparnya.
Selanjutnya, UU tersebut juga mengamanatkan pemerintah untuk mencerdaskan masyarakat pesisir, yaitu pada pasal 51 disebutkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memberikan kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi.
Kemudahan akses itu mencakup penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi, kerja sama alih teknologi, penyediaan fasilitas bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News