Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, para terpidana mati tidak mendapatkan kesempatan selanjutnya setelah grasi yang diajukannya ditolak oleh presiden. Dengan demikian, terpidana mati yang grasinya ditolak harus bersiap untuk segera dieksekusi.
"Seharusnya yang sudah ditolak grasinya, tidak ada upaya hukum lagi yang diajukan dia," ujar Yasonna di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Jumat (9/1).
Menurut Yasonna, terpidana yang mengajukan grasi berarti sudah bersalah dan meminta ampun sehingga penolakannya otomatis disertai dengan eksekusi. Keputusan tersebut juga tercantum dalam kesepakatan bersama antara Kemenkumham, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
"Bagi terpidana mati yang ditolak permohonan grasinya oleh presiden, eksekusi tetap dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku," kata Yasonna membacakan salah satu poin tersebut.
Sebelumnya, Yasonna selaku Menkumham, Jaksa Agung HM Prasetyo, dan Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno menandatangani kesepakatan mengenai pengajuan peninjauan kembali dan grasi. Kesepakatan tersebut merupakan hasil tinjauan atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014 yang menyatakan peninjauan kembali dapat diajukan lebih dari sekali.
Selain menyepakati bahwa pemerintah tidak memberikan toleransi terhadap terpidana mati yang grasinya ditolak oleh presiden, pemerintah merasa perlu adanya peraturan baru yang mengatur mekanisme pengajuan permohonan PK terkait novum (bukti baru), pembatasan waktu, serta cara pengajuannya.
"Menindaklanjuti putusan MK tersebut, masih diperlukan peraturan pelaksanaan secepatnya tentang pengajuan permohonan PK menyangkut pengertian novum, pembatasan waktu, dan tata cara pengajuan MK," ujar Yasonna.
Dalam poin berikutnya, kata Yasonna, sebelum ada ketentuan pelaksanaan pada poin dua, terpidana belum dapat mengajukan PK berikutnya. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News