kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menko Airlangga: Kemudahan berbisnis akan mendorong investasi asing ke Indonesia


Jumat, 20 Agustus 2021 / 18:43 WIB
Menko Airlangga: Kemudahan berbisnis akan mendorong investasi asing ke Indonesia
ILUSTRASI. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kemudahan berbisnis akan mendorong investasi asing ke Indonesia.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menegaskan pentingnya reformasi struktural untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional (PEN) di tengah krisis akibat pandemi Covid-19. Reformasi struktural dilanjutkan, salah satunya melalui prosedur kemudahan perizinan bisnis.

Dalam upaya diseminasi informasi kepada Duta Besar Asing dan Perwakilan Kantor Dagang Asing di Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri menyelenggarakan webinar dengan topik “Risk Based Approach Business Licensing Process, Investment Priority List and the Online Single Submission (OSS) System”, pada Jumat (20/8). 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan Keynote Speech dalam webinar tersebut. “Indonesia berkomitmen untuk memperbaiki daya saing dan iklim investasi, melalui reformasi struktural dengan menggabungkan 76 aturan menjadi satu melalui sistem Omnibus Law dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” tuturnya, Jumat (20/8).

Arlangga menyebutkan, UU Cipta Kerja merupakan sebuah aturan yang menyederhanakan prosedur perizinan bisnis, menyediakan perlindungan lingkungan yang lebih baik, serta membuat perubahan dalam peraturan ketenagakerjaan yang sudah ada.

Baca Juga: Lanjutkan program PEN di 2022, begini penjelasan Menko Airlangga Hartarto

Sebagai bagian dari proses transformasi ekonomi secara keseluruhan, UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya bertujuan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan investasi. UU Cipta Kerja juga diakui oleh Bank Dunia sebagai program reformasi ekonomi yang sangat positif yang pernah diciptakan Indonesia dalam 4 dekade terakhir.

Untuk melengkapi implementasi UU Cipta Kerja tersebut, pendaftaran digital dan prosedur perizinan juga dibuat lebih mudah dengan diluncurkannya versi OSS terbaru yang dibangun berdasarkan Risk Based Approach (RBA), dan dari Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi Daftar Positif Investasi (DPI). OSS yang berbasis risiko adalah bentuk reformasi yang sangat signifikan dalam sektor perizinan bisnis atau usaha, di mana sistem daring dipadukan dengan pendekatan berbasis risiko usaha.

“Dalam sistem ini, jenis perizinan akan disesuaikan berdasarkan level risiko masing-masing usaha. Misalnya prosedur perizinan UMKM berbeda dengan bisnis besar," terang Airlangga.

Untuk UMKM ataupun bisnis lain yang berisiko rendah di sektor swasta hanya membutuhan Nomor Induk Berusaha (NIB) dari OSS untuk mulai bisnisnya tersebut. Untuk risiko menengah, sertifikat standar diperlukan untuk melengkapi NIB. Semua perizinan diberikan dalam sebuah sistem OSS terintegrasi, sehingga prosesnya sangat transparan, lebih mudah, cepat, dan kredibel.

Pemerintah Indonesia berkomitmen mengimplementasikan dan mengawasi pelaksanaan OSS versi baru ke depannya. Pasalnya, hal ini merupakan salah satu instrumen penting untuk menarik investasi lebih besar lagi ke dalam negeri.

“Kami berharap dengan diluncurkannya OSS berbasis risiko akan meningkatkan iklim investasi dan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia. Jika investasi meningkat pada ujungnya diharapkan akan membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas juga,” kata Airlangga.

Pemerintah juga telah mengeluarkan Daftar Prioritas Investasi (DPI) dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Aturan ini berisi tentang DPI yang fokus memberikan daftar lapangan usaha atau bisnis prioritas, termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN), teknologi terkini, industri perintis, industri berorientasi ekspor, serta penelitian dan pengembangan.

Sementara itu, investor yang berinvestasi dalam sektor prioritas akan mendapatkan insentif fiskal dan non fiskal. Dari sisi fiskal, insentif dapat berupa investment allowance, super deduksi, atau pembebasan bea masuk. Sedangkan, dari sisi non fiskal berupa kemudahan perizinan bisnis atau usaha. Kemudahan perizinan untuk implementasi kegiatan usaha, disediakan infrastruktur pendukung usaha, serta diberikan jaminan untuk ketersediaan bahan bakar atau energi dan bahan baku mentah.

Pemerintah Indonesia juga mendirikan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) untuk meningkatkan, memprioritaskan, dan mengoptimalkan investasi jangka panjang yang akan dapat mendukung pembangunan berkelanjutan.

“Pemerintah sudah mengalokasikan US$1 miliar di 2020 sebagai modal awal LPI, dan akan menambah sebesar US$ 4 miliar di tahun ini untuk mengoptimalkan peran LPI. Saat ini, juga ada Sovereign Wealth Fund (SWF) sekitar US$ 3 miliar dari tiga negara yaitu Belanda, Kanada, dan Uni Emirat Arab (yang sudah masuk ke LPI),” ujar Airlangga.

Selanjutnya: Anggaran PEN untuk perlindungan masyarakat Rp 153,7 triliun pada 2022, ini rinciannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×