Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Undang-undang 11/2016 tentang pengampunan pajak (tax amnesty) digugat judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pada persidangan Selasa (20/9) di MK, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pembuat udang-undang menyampaikan jawaban atas gugatan itu.
Hadir dalam gugatan tersebut Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoli, Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, dan Ken Dwijugiasteadi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai perwakilan dari pemerintah menyampaikan, penggugat tidak mempunyai legal standing untuk menggugat undang-undang tersebut. Pasalnya, hanya satu syarat saja yang terpenuhi dari empat syarat untuk mengajukan gugatan uji materi ke MK. "Mereka hanya memenuhi satu syarat saja yaitu kesamaan di depan hukum. Sedangkan tiga syarat lainnya tidak terpenuhi," ujar Sri Mulyani saat menyampaikan jawaban di MK, Selasa (20/9).
Tiga syarat lainnya yang dianggap tidak terpenuhi yaitu, pertama adanya diskriminasi. Menurut Sri Mulyani, dalam UU Pengampunan Pajak hak diberikan kepada seluruh warga Indonesia yang sudah memenuhi syarat untuk membayar pajak. "Undang-undang pengampunan pajak adalah hak, sehingga dalil adanya diskriminasi tidak terpenuhi," ungkapnya.
Kedua, terkait adanya kerugian masyarakat miskin, menurutnya itu tidak benar. Justru UU ini malah menguntungkan semua masyarakat. Setidaknya ada tiga manfaat dalam mengangkat perekonomian nasional yaitu dana repatriasi akan menggerakan perekonomian nasional.
Kemudian uang tebusan dari pengampunan pajak dapat digunakan secara langsung untuk pembangunan. Selanjutnya terjadinya penerimaan pajak secara berkelanjutan karena tax amnesty akan mendapatkan objek pajak baru. "Dan ini akan meningkatkan perekonomian dan menciptakan lapangan kerja," ungkapnya.
Syarat ketiga terkait pelanggaran konstitusional. Sri mengungkapkan, bahwa dalam UU tersebut tidak ada yang melanggar konstitusi. Bahkan tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Syarat keempat yang tidak dipenuhi, yaitu ada hubungannya antara berlakunya UU Pengampunan Pajak dengan kerugian beberapa pihak.
Sementara Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menganggap tuduhan dari pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Sri Mulyani yang mengatakan tidak legal standing, tidak benar. "Kami buruh bayar pajak tiap bulan, bagaimana kami yang membayar pajak dan hak konstitusinya dirugikan, tidak sah," ungkapnya.
Diketahui ada empat gugatan yaitu perkara dengan nomer registrasi 57/PUU-XIV/2016 diajukan oleh Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, kemudian perkara nomer 58/PUU-XIV/2016 yang diajukan oleh Yayasan Satu Keadilan perkara nomer 59/PUU-XlV/2016 diajukan oleh Leni Indrawati, dan terakhir nomer perkara 63/PUU-XlV/2016 diajukan oleh KSPI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News