kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengukur ketahanan ekonomi Indonesia menghadapi efek tapering The Fed


Rabu, 22 September 2021 / 09:50 WIB
Mengukur ketahanan ekonomi Indonesia menghadapi efek tapering The Fed
ILUSTRASI. Mengukur ketahanan ekonomi Indonesia menghadapi efek tapering The Fed


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengurangan injeksi likuiditas bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang dikenal dengan tapering, menjadi salah satu risiko yang bisa mengguncang perekonomian Indonesia.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan, The Fed akan melakukan tapering mulai November 2021 dan berlanjut di tahun 2022. "Baru, kemungkinan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate di kuartal III-2022," ujar Perry, Selasa (21/9).

BI juga telah melakukan uji ketahanan atau stress test terhadap perekonomian Indonesia untuk mengantisipasi dampak tapering off. Hasilnya menunjukkan, dampak taper off lebih rendah dari taper tantrum pada 2013 silam.

Ada tiga alasan BI lebih optimistis. Pertama, komunikasi The Fed terbuka baik kepada investor, media, maupun masyarakat dengan jelas menjelaskan dasar keputusan melakukan tapering. Misalnya pertumbuhan ekonomi AS positif, inflasi naik, dan tingkat pengangguran berkurang.

Baca Juga: Ini alasan BI memproyeksikan CAD 2021 ada dalam rentang 0,6%-1,4% dari PDB

Komunikasi yang baik ini diterima dan dipahami oleh pasar seperti tercermin dari suku bunga obligasi pemerintah AS yang tidak meroket tajam. "Bandingkan dengan taper tantrum 2013, dalam waktu satu dan dua bulan, yield US Treasury naik 3,5%. Kalau sekarang, kenaikannya tidak signifikan," kata Perry.

Kedua, BI bersama dengan pemerintah memperkuat koordinasi dalam melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah dan imbal hasil surat berharga negara (SBN).

Ketiga, ketahanan eksternal jauh lebih kuat dari 2013. Tercermin dari jumlah cadangan devisa yang tambun mencapai US$ 144,8 miliar per akhir Agustus 2021.

Baca Juga: Ingin bebas risiko keuangan di masa depan? Simak tips mengelola keuangan berikut

Selain itu, defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit US$ 2,2 miliar setara 0,8% terhadap produk domestik bruto (PDB). Perkiraan Perry, CAD Indonesia tahun ini akan berada di kisaran 0,6% hingga 1,4% terhadap PDB di akhir tahun.

Naikkan bunga

Dengan berbagai pertimbangan tersebut BI Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) September 2021 kembali mempertahankan suku bunga acuan (BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI7DRR) 3,5%.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menilai tepat keputusan BI untuk mempertahankan suku bunga acuan kali ini untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi dan risiko pasar keuangan. Bukan hanya taper off, potensi gagal bayar Evergrande akan menambah risiko di pasar keuangan dalam negeri ke depan.

Baca Juga: Pasar segera dibuka, IHSG diprediksi menguat pada hari ini (22/9)

Faisal memperkirakan suku bunga acuan tetap 3,5% hingga akhir 2021. "Kami yakin stance kebijakan moneter dari BI juga akan lebih responsif dan antisipatif terhadap kondisi pasar finansial global dan pemulihan ekonomi," katanya.

Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana memperkirakan, BI baru akan meningkatkan suku bunga acuan pada akhir tahun 2022 mendatang. Namun hal ini dengan catatan bahwa sudah ada pemulihan ekonomi yang nyata di 2022.

"Jika pemulihan ekonomi berjalan sesuai dengan ekspektasi, perubahan suku bung acuan bisa terjadi akhir tahun depan," kata Wisnu.

Selanjutnya: The Fed diprediksi mulai kebijakan tapering pada November 2021, begini kesiapan BI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×