Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presidensi G20 Indonesia tahun ini telah mengukir sejarah melalui pengumpulan Financial Intermediary Fund (FIF) yang diselenggarakan Bank Dunia untuk memastikan kecukupan dan keberlanjutan pembiayaan untuk pencegahan dan respons pandemi di masa depan.
Hal itu disampaikan pada Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) Keempat yang diselenggarakan di Washington DC, Amerika Serikat yang berlangsung pada 12-13 Oktober 2022.
“Total komitmen FIF dari donor penggagas adalah sebesar US$ 1,4 miliar, dan anggota mendorong tambahan komitmen secara sukarela,” seperti dikutip dari rilis Kementerian Keuangan, Jumat (14/10).
Total komitmen FIF dari donor penggagas adalah sebesar US$ 1,4 miliar, dan anggota mendorong tambahan komitmen secara sukarela. G20 juga menyambut baik keanggotaan dan perwakilan inklusif PPR FIF dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga donor, di mana WHO memegang peran sentral.
Baca Juga: ESDM: Program Konversi PLTD ke PLTS Masih dalam Proses Lelang
Selama pandemi, lembaga keuangan telah menerapkan berbagai kebijakan luar biasa untuk meningkatkan fungsinya sebagai intermediasi dalam mendukung perekonomian.
Di saat dukungan kebijakan diperlukan untuk memitigasi dampak negatif dari pandemi, penerapan dukungan kebijakan yang terlalu lama dapat menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan.
Kemudian saat pemulihan pandemi sedang berlangsung, G20 menantikan laporan akhir exit strategies dan mitigasi scarring effect pada sektor keuangan, serta upaya untuk mengatasi kerentanan di Lembaga Keuangan Non-Bank (NBFI).
G20 juga berkomitmen untuk terus memperkuat sektor keuangan global melalui peningkatan pemantauan risiko dan melalui optimalisasi manfaat teknologi dan digitalisasi.
Dalam konteks ini, G20 menyambut baik penilaian FSB mengenai pengawasan dan regulasi “stablecoin” global, serta aktivitas pasar asset kripto dan menerima panduan akhir oleh BIS CPMI dan IOSCO yang menegaskan bahwa Prinsip untuk Infrastruktur Pasar Keuangan berlaku dalam pentingnya pengaturan stablecoin yang sistemastis.
Baca Juga: Sri Mulyani Bahas Isu Kerawanan Pangan hingga Krisis Energi dengan Janet Yellen
Selain itu, G20 juga berkomitmen untuk terus mengeksplor implikasi keuangan makro dari Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) karena hal ini dapat dirancang untuk memfasilitasi pembayaran lintas batas sambil menjaga stabilitas sistem moneter dan keuangan internasional.
Di sisi lain, guna mendukung proses pemulihan ekonomi dunia yang kuat dan berkelanjutan, negara negara G20 telah berdiskusi untuk pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, mudah diakses dan infrastruktur yang terjangkau.
Baca Juga: Sri Mulyani Minta Bantuan IMF untuk Mendanai Kebutuhan Transisi Energi
Para anggota mendukung secara sukarela dan tidak terikat G20/Global Infrastructure (GI) Hub Framework tentang cara terbaik dalam menjangkau partisipasi pihak swasta guna meningkatkan investasi infrasturktur yang berkelanjutan, yang mana akan mempertimbangkan situasi negara, serta akan menambahkan investasi dari sumber lain, termasuk investasi publik dan keuangan yang disediakan oleh Multilateral Develoment Banks (MDBs).
Selebihnya, negara-negara G20 juga mendukung infrastruktur G20 menyokong kebijakan perangkat G20-OECD dalam memobilisasi pendanaan dan keuangan, mendukung InfraTracker 2.0 dan Ringkasan Studi Kasus G20 dalam Infrastruktur Keuangan Digital: Masalah, Praktik dan Inovasi, serta mendorong kualitas investasi infrastruktur dengan mendiskusikan pembangunan Quality Infrastructure Investment (QII) Indicators, dan juga mendiskusikan penataan masa depan infrastruktur global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News