Reporter: Abdul Basith | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita telah menemui Duta Besar United States Trade Representative (USTR) Robert E. Lighthizer.
Di tengah peninjauan fasilitas generalized system of preferences (GSP) yang diberikan Amerika Serikat (AS), pertemuan tersebut menjadi saat yang tepat untuk menjelaskan posisi Indonesia.
Indonesia menggunakan momentum tersebut untuk memberi penjelasan terkait penggunaan GSP. Enggar bilang, Indonesia saat ini masih membutuhkan fasilitas GSP dari AS.
"Kunjungan kali ini sangat tepat waktunya dan strategis dalam menegaskan kembali arti penting perdagangan kedua negara," ujar Enggar dalam siaran persnya, Minggu (29/7).
Nilai ekspor Indonesia dinilai menunjukkan bahwa Indonesia masih perlu mendapatkan fasilitas GSP. Pada tahun 2017, ekspor produk Indonesia yang menggunakan skema GSP bernilai US$ 1,9 miliar.
Angka tersebut diakui masih jauh di bawah negara lain yang juga menerima GSP. Penerima GSP lainnya seperti India mencatatkan ekspor sebesar US$ 5,6 miliar sedangkan Thailand US$ 4,2 miliar dan Brasil US$ 2,5 miliar.
Dalam kunjungan tersebut Indonesia juga menggalang dukungan dari asosiasi importir AS, asosiasi tekstil AS, hingga anggota kongres AS. Sambutan positif disampaikan Enggar dalam pertemuan tersebut mengingat produk dari Indonesia dibutuhkan AS.
"GSP juga untuk kepentingan industri di AS karena terkait proses produksi domestik mereka, jadi sebetulnya ini kerja sama win-win," terang Enggar.
Pertemuan dengan USTR pun dinilai memberikan sinyal positif bagi permintaan Indonesia. Enggar bilang Robert menyambut baik permintaan Indonesia. Tidak hanya AS, Indonesia juga akan membuka akses pasar bagi AS.
Enggar bilang Indonesia siap membeli bahan baku dan barang modal produksi AS yang tidak diproduksi di Indonesia. "Dalam ketidakpastian ekonomi dunia saat ini, justru Indonesia proaktif memanfaatkan setiap peluang yang ada," jelas Enggar.
Asal tahu saja produk Indonesia yang mendapat GSP antara lain karet, ban mobil, perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, alat musik, pengeras suara, keyboard, dan baterai.
Indonesia tercatat surplus terhadap AS sebesar US$ 9,67 miliar. Ekspor utama Indonesia ke AS antara lain udang, karet alam, alas kaki, ban kendaraan, dan garmen. Sementara impor utama Indonesia dari AS antara lain kedelai, kapas, tepung gandum, tepung maizena, serta pakan ternak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News