Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Willem Petrus Riwu memberikan pendapat yang berbeda. Gappri sepakat agar struktur tarif CHT sebanyak 10 lapisan tarif dipertahankan.
Hal ini disebabkan struktur tarif tersebut dinilai mampu mempertahankan serapan tenaga kerja, volume produksi, serapan bahan baku lokal, termasuk menekan peredaran rokok ilegal.
Sejatinya kebijakan cukai hasil tembakau tidak bisa dilepaskan dari tiga pilar yakni pengendalian konsumsi, penerimaan negara dan juga mencakup industri dan sektor ketenagakerjaan. Hal ini disampaikan oleh Wawan Juswanto, analis kebijakan ahli madya BKF Kemenkeu.
Wawan juga menambahkan dalam membuat kebijakan dan tarif cukai yang diejawantahkan di PMK 77/2020, sektor SKT selaku sektor padat karya akan tetap diperhatikan. “Kita setuju bersama ingin mendorong yang padat karya. Jadi kita memberikan prioritas yang padat karya dalam struktur tarif cukai”.
Baca Juga: Soal penyederhanaan cukai rokok, begini respons pelaku industri hasil tembakau (IHT)
Sementara itu terkait kebijakan cukai, Pemerintah memastikan tahun depan target penerimaan cukai rokok akan naik sebesar Rp172,8 triliun, naik 4,8 % dari target tahun ini sebesar Rp164,9 triliun. Detail kenaikan tarifnya akan diumumkan pada akhir bulan September 2020 nanti. Namun poin tersebut masih menjadi perhatian karena kenaikan tarif CHT sekitar 23% tahun 2020 ini ternyata tidak menghasilkan penerimaan yang optimal.
Kenaikan tarif cukai rokok sejalan dengan target penerimaan akhir 2021. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2021, Kemenkeu mematok penerimaan cukai sebesar Rp 178,5 triliun. Jumlah tersebut naik 3,6 % year on year (yoy) dibanding outlook akhir tahun ini yang mencapai Rp 172,2 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News