kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menaikkan harga BBM opsi terakhir?


Sabtu, 16 Maret 2013 / 14:52 WIB
Menaikkan harga BBM opsi terakhir?
ILUSTRASI. Perawatan pasien Covid-19


Sumber: Harian KONTAN |

JAKARTA. Pemerintah terus mengkaji berbagai kebijakan untuk menahan jebolnya kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Banyak opsi kebijakan yang saat ini dibahas, termasuk opsi menaikkan harga jual BBM bersubsidi.

Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jumat (15/3) mengatakan, harga BBM subsidi yang berlaku saat ini Rp 4.500 terlalu murah. Tanpa ada upaya pembatasan, pemakaian BBM bersubsidi sudah pasti akan melebihi kuota.

Alhasil, bujet subsidi di APBN juga akan membengkak. "Dengan subsidi Rp 300 triliun per tahun, APBN kita terasa berat," tandas Jero.

Dari sekian opsi pembatasan menggunakan BBM subsidi, kata Jero, menaikkan harga akan menjadi pilihan terakhir pemerintah. Apalagi, menaikkan harga BBM subsidi memiliki efek sosial dan politik.

Pernyataan ini bertolak belakangan dengan HS Dillon, Utusan Khusus Presiden bidang Penanggulangan Kemiskinan. Kata Dillon, Presiden sejatinya sudah lama mempersiapkankenaikan harga BBM bersubsidi. Hanya, Presiden masih mematangkan opsi ini sebelum benar-benar memutuskannya.

Dillon menyebut, pemerintah cenderung memilih opsi menaikkan harga BBM ketimbang pembatasan. Opsi pembatasan BBM bersubsidi butuh proses lebih lama. Dengan begitu, pemerintah akan kehilangan momentum. Apalagi, Indonesia akan menggelar pesta demokrasi setahun lagi. "Saya pikir, Presiden mungkin menunggu April," ungkap Dilon, Kamis (14/3).

Senada, Agus Martowardojo, Menteri Keuangan mengatakan, pemerintah tak menutup peluang untuk menaikkan harga BBM bersubsidi demi menjaga stabilitas perekonomian dan sistem keuangan.

Namun Jero tetap menegaskan, saat ini, pemerintah pilih memfokuskan diri untuk menjalankan skenario pembatasan. Salah satunya dengan program Radio Frequency Identification (RFId). Ini adalah sistem untuk menjalankan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi.

Hanya saja, opsi ini bakal ribet pelaksanaannya di lapangan. Hingga saat ini infrastruktur untuk melaksanakan opsi ini belum siap.

Opsi lain yang tengah dibicarakan pemerintah adalah melarang mobil berpelat hitam atau kendaraan pribadi tidak memakai BBM bersubsidi. Tahap awal, pemerintah ingin pembatasan penggunaan BBM bersubsidi dilakukan di kota-kota besar seperti Jakarta Depok, Bogor, Bekasi, Tangerang, serta kota besar lainnya.

Hanya saja, lagi-lagi, pemerintah tak memberikan sinyal tegas opsi apa yang bakal dipilihnya. Dengan begitu, pemerintah sudah pasti harus merogoh kocel lebih dalam untuk menggelontorkan subsidi energi.

April waktu tepat?

Rofyanto Kurniawan, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF), bilang jika pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, salah satu pertimbangannya adalah ketika inflasi tidak terlalu tinggi.

Jika melihat data historisnya, biasanya pada bulan MaretApril, angka inflasi melandai lantaran memasuki panen raya gabah.

Menurut Rofyanto, BKF hingga kini masih melakukan simulasi dari pelbagai opsi pengendalian konsumsi BBM bersubsidi. Selain opsi pembatasan, BKF juga akan mengkaji opsi perluasan konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) dan memperbaiki kebijakan pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran.

Dari berbagai opsi ini, "Nantinya pemerintah akan memilih opsi yang risikonya paling kecil terhadap perekonomian dan cepat dijalankan," ujarnya berdalih.

A. Prasetyantoko, Pengamat Ekonomi Universitas Atmajaya berpendapat, menaikkan harga BBM bersubsidi akan memiliki dampak yang lebih nyata ketimbang program pembatasanpenggunaan BBM bersubsidi.

Namun, ia mengingatkan, momentum untuk menaikkan harga ini tidak panjang sehingga pemerintah harus cepat. "April paling memungkinkan, karena inflasi sedang rendah," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×