kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.838   -98,00   -0,62%
  • IDX 7.384   -108,06   -1,44%
  • KOMPAS100 1.138   -20,96   -1,81%
  • LQ45 901   -18,70   -2,03%
  • ISSI 224   -1,86   -0,82%
  • IDX30 463   -11,32   -2,38%
  • IDXHIDIV20 560   -12,38   -2,16%
  • IDX80 130   -2,40   -1,81%
  • IDXV30 139   -1,66   -1,18%
  • IDXQ30 155   -3,12   -1,97%

Mayoritas bangunan di daerah rawan ambruk


Kamis, 16 Agustus 2012 / 09:45 WIB
Mayoritas bangunan di daerah rawan ambruk
ILUSTRASI. Buka link cekbansos.kemensos.go.id untuk cek penerima bansos uang tunai & beras 10 kg


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Sebagian besar wilayah Indonesia masuk daerah rawan bencana gempa bumi. Tapi, mayoritas bangunan di daerah rawan lindu tidak memenuhi standar nasional. Sehingga, bangunan-bangunan itu rawan ambruk jika gempa mengguncang.

Padahal, pemerintah pusat sudah mengeluarkan aturan main soal standar bangunan antigempa. Ketentuan ini termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Sayang, masih banyak pemerintah daerah yang belum menindaklanjuti beleid itu dengan menerbitkan peraturan daerah (perda).

Guratno Hartono, Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum (PU), membeberkan, dari 498 kabupaten dan kota di Indonesia, sebanyak 393 di antaranya atau 78,9% tidak memiliki Perda Bangunan Gedung. "Peran perda sangat penting," ungkapnya ke KONTAN, Rabu (15/8).

Itu sebabnya, Kementerian PU menargetkan, pada 2014 mendatang sedikitnya 50% atau 249 kabupaten dan kota sudah memiliki Perda Bangunan Gedung. Semestinya, Guratno bilang, delapan tahun sejak UU Bangunan Gedung disahkan atau di 2010, seluruh daerah sudah punya Perda Bangunan Gedung. Namun, masih banyak daerah yang mengabaikan perintah undang-undang tersebut.

Masih sedikitnya daerah yang melahirkan Perda Bangunan Gedung lantaran kesadaran tentang keberadaan gedung yang aman serta nyaman kurang. “Bagaimana bisa mengharap setiap gedung layak huni kalau perdanya tidak ada,” sesal Guratno.

Menurut Guratno, UU No. 28/2002 mewajibkan setiap pemilik gedung mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) dan sertifikat layak fungsi (SLF). Faktanya, saat ini masih banyak gedung yang berdiri tanpa IMB, apalagi SLF. "Ketika terjadi bencana, bangunan tersebut mudah ambruk dan menelan banyak korban jiwa," tegasnya.

Ridwan Kamil, pakar arsitektur, bilang, dalam menerapkan UU No. 28/2002, yang terpenting adalah pengawasan dari pemerintah. "Banyak fakta menunjukkan, IMB belum terbit tapi bangunan sudah berdiri atau sebaliknya,” ujar dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Untuk itu, Ridwan menyarankan, pemerintah harus memberikan penghargaan kepada pengembang yang taat aturan dan sanksi tegas bagi yang melanggar. "Para arsitek juga perlu sadar untuk menerapkan standar pembangunan gedung," tutur dia.

Ridwan menambahkan, target delapan tahun seluruh pemda sudah menerapkan standar bangunan gedung terlalu lama. "Pemerintah perlu mempercepat dengan inovasi kebijakan, salah satunya adalah dengan pemberian penghargaan," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×