kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Masyarakat siap gugat instruksi SBY


Rabu, 13 Februari 2013 / 07:06 WIB
Masyarakat siap gugat instruksi SBY
ILUSTRASI. Ikan Salmon termasuk salah satu makanan yang mengandung vitamin D.


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Belum lama diterbitkan, Instruksi Presiden (Inpres) No 2/2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Nasional (Kamnas) sudah banyak menuai kritikan. Serikat buruh dan beberapa lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Perjuangan Hak Sipil dan Buruh (Kapas) menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencabut Inpres tersebut, lantaran berpeluang mengebiri hak masyarakat sipil.

Bahkan, Kapas tengah menyiapkan gugatan ke Mahkamah Agung (MA), terkait keluarnya Inpres Kamnas karena dianggap melanggar Pasal 28 Undang Undang Dasar (UUD) 1945. "Saat ini sedang dikaji, targetnya maksimal enam bulan setelah Inpres diterbitkan Januari lalu, gugatan akan diserahkan ke MA," kata Abdul Khoir, peneliti Setara Institute, Selasa (12/2).

Menurut Khoir, Inpres Kamnas bisa memberangus kebebasan berpendapat dan bukan solusi untuk mengatasi konflik sosial. "Inpres ini sebagai wujud ketidaksigapan pemerintah dalam mengatasi konflik sosial," kritiknya.
Semestinya, pemerintah menjamin kepastian hukum ketika pecah kerusuhan dengan tidak berpihak pada satu golongan tertentu dengan tidak mengerahkan kekuatan pasukan militer.

Atas dasar itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Alvon Kurnia Palma menilai, pengerahan tentara dalam konflik sosial justru melanggar UU No. 34/ 2004 tentang TNI. "Inpres No 2/2013 juga sebagai penyanggah RUU Kamnas yang kontroversial," ungkapnya.
Al Araf, Direktur Program Imparsial mengaku khawatir kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi tahun 1998 terulang kembali. "Inpres ini tak efektif. Hanya melegalkan tentara bertindak represif dalam penanganan keamanan," jelasnya.

Pun Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal, menolak keras terbitnya Inpres Kamnas. "Buruh terancam dengan Inpres ini, karena kami berjuang lewat aksi massa," ujarnya.

Namun, Kepala Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto, menegaskan, Inpres No 2/2013 untuk mengefektifkan koordinasi di antara penegak hukum agar penanganan konflik sosial lebih efektif. "Tapi, Polri tetap yang bertanggung jawab terhadap keamanan," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×