kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

MA vonis pengusaha yang tak patuhi UMK


Rabu, 24 April 2013 / 22:44 WIB
MA vonis pengusaha yang tak patuhi UMK
ILUSTRASI. Promo 2 Paket Geprek Bensu berlaku setiap hari Senin hanya Rp 27.000 (dok/?Geprek Bensu)


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Amal Ihsan

JAKARTA. Mahkamah Agung (MA) menghukum pidana seorang pengusaha akibat tidak membayar upah karyawannya sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Ini BISA menjadi peringatan kepada pengusaha yang tidak membayar upah sesuai ketentuan dan juga pemerintah untuk meningkatkan pengawasan ketenagakerjaan.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan, MA telah memutus kasus pelanggaran yang dilakukan pengusaha dengan tidak membayar upah sesuai ketentuan. "Terdakwa tidak memberikan upah sebagaimana seharusnya sebagai kewajiban memberikan hak-hak pekerja," ujarnya kepada Kontan, Rabu (24/4).

Sebagai info, MA menjatuhkan hukuman kepada pengusaha asal Surabaya bernama Tjioe Christina Chandra berupa hukuman pidana satu tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Tjioe terbukti bersalah tidak membayar gaji 53 karyawannya sesuai UMK daerah setempat.

Putusan kasasi dari MA keluar pada bulan Maret 2013 lalu. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Tjioe dan atas dasar ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi ke MA. Menurut Ridwan, Tjioe telah terbukti melanggar Pasal 90 ayat 1 dan Pasal 185 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ketua Bidang Advokasi Serikat Pekerja Nasional Djoko Heryono mengatakan, keluarnya putusan MA akibat hasil kerja keras pihak pekerja untuk menuntut haknya yang belum terbayar. "Putusan ini akan memberi kesadaran bagi pekerja untuk gigih menuntut haknya sekaligus hasil yang memalukan bagi pemerintah," ujarnya.

Menurut Djoko, praktik pembayaran upah yang tidak sesuai UMK sebenarnya marak terjadi di lapangan. Namun Ia mengeluhkan, pelaporan  kasus pelanggaran yang dilakukan pengusaha sering tertahan di tingkat Dinas Ketenagakerjaan (Disnakertrans) daerah dan tidak sampai ke tingkat pengadilan negeri.

Djoko mengatakan, praktiknya pihak pengawas ketenagakerjaan dalam hal ini Disnakertrans selalu menyamarkan pelanggaran pidana yang dilakukan pihak pengusaha. "Kami sering dilempar kesana kemari sampai pada akhirnya dinyatakan tidak ada bukti sehingga tidak dilimpahkan ke JPU (Jaksa Penuntut Umum (JPU)," ujarnya.

Djoko menuturkan, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan tugas pengawasan diserahkan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota. Namun, Ia menyayangkan tingkat pengawasan dan penegakan hukum yang masih rendah.

Ia menilai, sesuai UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek terdapat poin ancaman pidana jika ada pekerja yang tidak mendapatkan Jaminan Sosial. Ia mencatat, saat ini peserta Jamsostek sekitar 13 juta-15 juta pekerja dari total pekerja formal dalam negeri sebanyak 37 juta pekerja.

"Kalau mau diusut sebenarnya bisa saja, dengan menghukum pengusaha yang tidak mengikutsertakan pekerjanya ke Jamsostek yang jumlahnya masih banyak," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×