kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

LSM Pangan: Swasembada kedelai 2014 sulit tercapai


Rabu, 25 Juli 2012 / 14:57 WIB
ILUSTRASI. Bersahabat, harga mobil bekas Ford Fiesta mulai dari Rp 60 juta per Juni 2021


Reporter: Umar Idris | Editor: Umar Idris

JAKARTA. Pemerintah telah menargetkan akan mencapai swasembada kedelai pada tahun 2014. Pada tahun 2014, produksi kedelai dalam negeri mencapai 2,7 juta ton, atau naik sebesar 1,5 juta ton dari tahun 2013 yang diperkirakan 1,3 juta ton. Perkiraan pemerintah, pada 2014, terdapat suprlus 137 ribu ton kedelai sehingga tidak diperlukan impor.

Dengan melihat produksi kedelai tahun 2011 lalu yang hanya 851 ribu ton, berarti masih terdapat defisit produksi hingga 1,9 juta ton untuk mencapai tingkat produksi sebesar 2.7 juta ton. Dengan waktu yang kurang dari tiga tahun, defisit itu menjadi tantangan yang cukup berat karena setiap tahun, produksi kedelai harus meningkat rata-rata 1.4 juta ton. "Tidak realistis," kata Said Abdullah, Officer Advokasi dan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, dalam press release yang diterima KONTAN.

Ada tiga penyebab target swasembada kedelai sulit tercapai. Pertama, lahan yang akan digunakan untuk memproduksi kedelai sekitar 1.7 juta ha. Dengan luas lahan ini, pemerintah masih perlu mengoptimalkan lahan kering dan rawa, selain lahan sawah. Masalahnya, optimalisasi lahan kering dan rawa masih mengalami tantangan yang besar karena sering terjadi rebutan lahan dengan sektor perkebunan, kekurangan infrastruktur dan pembiayaan masih rendah.

Selama ini produksi kedelai memakai lahan sawah pada saat jeda musim tanam padi. Lahan sawah sendiri saat ini terus mengalami penyusutan akibat alih fungsi lahan yang terus terjadi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS), setiap tahun rata-rata konversi sawah mencapai 110 ribu ha. Konversi ini terjadi pada saat pembukaan lahan sawah baru tidak lebih dari setengahnya setiap tahunnya.
Kedua, penggunaan lahan untuk bertani kedelai masih memakai lahan yang sama dengan padi dan jagung. Pada saat yang bersamaan, pemerintah juga menargetkan swasembada jagung pada 2014. Peningkatan produksi jagung, secara otomatis menurunkan produksi kedelai.

Ketiga, akibat jumlah petani kedelai yang cenderung turun setiap tahun. Di Jawa Timur, salah satu lumbung kedelai Indonesia, banyak petani yang beralih ke kacang hijau. Menurut petani, mereka beralih ke tanaman lain karena tata niaga dan proses paska panen kacang hijau, jauh lebih mudah dan menguntungkan.

Sedangkan tata niaga kedelai tidak menguntung. Harga kedelai di dalam negeri terus mengalami tekanan oleh kedelai impor karena bea masuk impor kedelai 0% alias bebas tanpa hambatan. Situasi ini tentu saja memukul produk domestik yang berujung pada penurunan gairah para petani untuk menanam kedelai. "Cukup naif pemerintah berharap swasembada, sementara keran impor masih dibuka lebar," kata Said.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×