Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memutuskan untuk menghentikan program perlindungan terhadap 48 saksi dan korban penyerangan yang terjadi pada Komunitas Syiah di Sampang tahun lalu. Keputusan ini diambil setelah LPSK mendapatkan analisis lapangan serta informasi dari kepolisian yang menunjukkan tensi ancaman terhadap para saksi dan korban tersebut menurun.
Sebagaimana diketahui, pada 26 Agustus 2012 terjadi kekerasan terhadap Komunitas Syiah di Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur. Peristiwa itu mengakibatkan 274 warga Syiah terusir. Eskalasi ancaman yang semakin tinggi membuat 48 warga Syiah Sampang yang terusir meminta perlindungan LPSK pada 12 Maret 2013.
Kini, setelah para pelaku utama sebanyak 5 orang telah ditangkap Polda Jawa Timur dan telah divonis pengadilan, kebutuhan pendampingan dan pengamanan terhadap saksi sudah selesai.
"Keputusan LPSK ini diambil setelah melihat hasil dari analisis lapangan dan informasi dari kepolisian yang menunjukkan tensi yang mulai menurun," kata Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, saat dihubungi secara khusus oleh Kontan, Selasa, (7/5).
Ironisnya pernyataan Abdul seolah bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan. Sebab pada hari ini justru kembali terjadi demonstrasi ratusan massa di depan DPRD Kabupaten Sampang.
Ratusan massa tersebut meminta dengan keras agar masyarakat Pemeluk Syiah diusir dari Sampang dan tidak kembali ke kampung halamannya di Omben. Terkait hal ini, Abdul Haris berkelit bahwa kondisi ini sudah di luar kewenangan LPSK. Kewenangan perlindungan dari LPSK hanya berlaku selama proses peradilan pidana berlangsung.
"Setelah sidang selesai, sudah tanggung-jawab sepenuhnya pihak kepolisian. Kalau tidak, nanti peran kita bisa bertabrakan dengan peran kepolisian," pungkas Abdul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News