Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky memproyeksikan inflasi tahun ini akan meningkat menjadi 3%. Tahun lalu, inflasi tercatat 1,87%.
Menurutnya, faktor terbesar pendorong inflasi tahun ini adalah permintaan masyarakat yang meningkat setelah ekonomi berangsur pulih. “Di beberapa negara maju dan berkembang sudah terjadi hiperinflasi, ini terjadi bukan karena dari tarif harga yang meningkat tapi karena permintaan yang mulai pulih,” kata Riefky kepada Kontan.co.id, Kamis (13/1).
Selain itu kenaikan harga seperti seperti pada tabung gas LPG 3 kg, harga rokok kebijakan cukai, harga pangan belum juga turun (minyak goreng, telor, cabai), juga turut mendorong terjadinya inflasi, meskipun tidak besar.
Baca Juga: Ekonomi Menggeliat, Inflasi Tahun Ini Diprediksi Naik Jadi 3,3%
Riefky mengatakan, kenaikan harga memang akan menekan daya beli masyarakat dan juga berdampak negatif terhadap tabungan. Hanya saja, seiring dengan pemulihan ekonomi dan masyarakat kembali bekerja secara normal maka pendapatan masyarakat akan meningkat.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu memperkirakan tingkat inflasi akan terjaga sesuai dengan asumsi makro pada Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) 2022 yakni sebesar 3%, meski terjadi kenaikan pada berbagai harga komoditas unggulan Indonesia.
Meski begitu, Febrio berharap di 2022 ini, inflasi inti akan mulai membaik. Membaiknya tingkat inflasi inti ini akan mencerminkan pemulihan daya beli masyarakat.
“Jika masyarakat mulai jalan-jalan, beli peralatan rumah tangga, dan mulai makan di warung dan restoran, itu komponen core inflation. Jadi kalau itu membaik, daya beli membaik,” jelas Febrio.
Baca Juga: Meski Harga Komoditas Melonjak, Pemerintah Yakin Inflasi Tetap Terjaga 3% di 2022
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News