Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Modus penipuan lowongan kerja
Menurut Tom, pelaku kini memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk membuat modus penipuan yang lebih canggih. Mereka sering menyamar sebagai staf Jobstreet dan menghubungi kandidat melalui pesan pendek, aplikasi pesan instan, maupun media sosial.
Modus lain adalah menawarkan pekerjaan paruh waktu dengan tugas ringan seperti memberikan “like/subscribe” konten di media sosial. Pelaku biasanya memberikan komisi kecil pada awal interaksi untuk mendorong kepercayaan, lalu meminta korban melakukan deposit dana yang tidak akan dikembalikan.
”Pelaku penipuan menyesuaikan pendekatan mereka. Mereka tahu para pencari kerja itu berada di posisi paling rentan di setiap bidang pekerjaan,” ujar Tom.
Untuk mencegah perekrutan eksploitatif hingga yang menjurus pada perbudakan modern, Seek memverifikasi legalitas perekrut, memoderasi konten, dan melakukan pemindaian otomatis seluruh iklan lowongan. Konten mencurigakan kemudian diperiksa secara manual oleh tim spesialis.
Edukasi bagi pekerja Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat, menilai temuan Seek sejalan dengan kondisi pengangguran di Indonesia.
Merujuk data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik per Agustus 2025, terdapat 7,46 juta penganggur, hanya turun 4.000 orang dibandingkan Agustus 2024. Kondisi ini mudah dimanfaatkan pelaku penipuan.
Mirah mengatakan penipuan tidak hanya terjadi di platform resmi, tetapi juga secara luring di kawasan industri. Pelaku menjanjikan pekerjaan pabrik, tetapi korban ditempatkan di lokasi berbeda dengan upah rendah.
Selain itu, pencari kerja sering berada dalam situasi terdesak sehingga mudah percaya pada iming-iming pekerjaan meski harus membayar biaya tinggi. Lemahnya pengawasan ketenagakerjaan, terutama setelah kewenangan dialihkan ke pemerintah daerah, membuat praktik penipuan sulit ditekan. Penindakan hukum pun minim meski laporan terus muncul.
Tonton: BNP Paribas Gelar Investments Forum 2025
”Edukasi dan sistem peringatan dini bagi calon pekerja juga belum optimal. Saya menyarankan sosialisasi bahaya penipuan lowongan pekerjaan seharusnya dilakukan sejak tingkat sekolah,” kata Mirah.
Dosen Fakultas Bisnis dan Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Aloysius Gunadi Brata, menilai temuan Seek mencerminkan tiga kondisi. Pertama, kebutuhan lapangan kerja sangat tinggi, sedangkan penciptaan lapangan kerja baru terbatas.
Kedua, maraknya penipuan digital menunjukkan penetrasi internet Indonesia sudah mencapai 80%, tetapi literasi digital belum memadai. Ketiga, proteksi pemerintah dalam meminimalkan penipuan di internet masih lemah.
Kesimpulan
Indonesia kini menjadi pusat terbesar penipuan lowongan kerja di Asia, dengan maraknya iklan palsu terutama pada sektor administrasi, manufaktur, hingga ritel di tengah tingginya pengangguran dan lemahnya pengawasan. Pelaku memanfaatkan kecerdasan buatan, platform digital, serta kondisi ekonomi sulit untuk menipu pencari kerja melalui skema deposit, komisi palsu, hingga penyamaran sebagai pihak resmi. Sementara platform seperti Seek memperkuat deteksi dan moderasi, pakar menilai perlindungan masih belum cukup dan edukasi literasi digital menjadi kebutuhan mendesak agar korban tidak terus bertambah.
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com berjudul "Jobstreet Ungkap Indonesia Jadi Pusat Penipuan Lowongan Kerja di Asia"
Selanjutnya: Harga Saham TINS Tembus Level Tertinggi, Masih Layak Investasi di 2025?
Menarik Dibaca: Promo JSM Superindo 21-23 November 2025, Rinso Beli 1 Gratis 1 dan Diskon 25%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













