Reporter: Petrus Dabu | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) terus mendorong semua kementerian dan lembaga pemerintah untuk menggunkan aplikasi e-procurement atau pengadaan barang dan jasa secara elektronik. Targetnya, tahun depan semua kementerian dan lembaga sudah menerapkan layanan elektronik ini.
Saat ini baru delapan kementerian yang sudah menerapkan pengadaan barang dan jasa secara elektronik. Himawan Adinegoro, Deputi Monitoring, Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi LKPP mengatakan delapan kementerian tersebut adalah Kementerian Keuangan,Kesehatan, Pendidikan, Perindustrian, Kementerian Perumahan Rakyat, Depdagri, ESDM dan Kemenkum HAM.
Yang baru saja meluncurkan penerapan program ini Kementerian Kehutanan. “Kementerian Pertanian, Nakertrans sudah saya datang, Kementerian Agama sudah hampir selesai, saya datangi satu per satu,”ujarnya kepada KONTAN di Jakarta, Senin (14/2).
Saat ini kata dia sudah ada 156 Layanan Pengadaan Secara Elketronik (LSPE). Rinciannya, 8 kementerian, 28 provinsi dan 120 kabupaten/kota. Ada pun provinsi yang belum menerapkan pengadaan barang dan jasa secara elektronik adalah Kalimantan Selatan, Bengkulu, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Irian Jaya Barat. “Tapi minggu depan Sulawesi Utara akan meluncurkan e-procurement,”ujarnya.
LPSE ini merupakan amanat Perpres No. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan barang dan jasa pemerintah yang mengharuskan setiap lembaga dan kementerian sudah melaksanakan PSE (pengadaan barang/jasa pada 2012.
Dengan menerapkan layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik ini kata dia bisa mencegah terjadinya praktik korupsi. “Dengan sistem ini mencegah terjadinya korupsi karena tidak ada penunjukan langsung,”ujarnya.
Layanan manual kata dia berpotensi menimbulkan moral hazard. Sepanjang 2005-2009, misalnya pengaduan ke KPK tentang penyimpangan pengadaan barang/jasa pemerintah ada 2100 kasus dengan potensi kerugian negara 35 persen atau Rp 700 miliar.
"Sedangkan KPK telah menangani 50 perkara dengan nilai proyek Rp 1,9 triliun," ujarnya.Modus operandi dari penyimpangan tersebut, lanjutnya, sebanyak 94% melalui penunjukkan langsung dan sisanya 6% melalui penggelembungan harga.
Kepala LKPP Agus Rahardjo menambahkan ketentuan mengenai kewajiban menerapkan layanan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik ini menjadi salah satu klausul dalam RUU pengadaan barang dan jasa pemerintah. Drafnya kata dia sudah dibuat oleh LKPP.
Dia bilang, Maret nanti diharapkan sudah diserahkan ke DPR untuk dibahas. “Sekarang sudah masuk dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM,”ujarnya.
Dalam RUU ini kata dia juga mengatur soal pengadaan barang dan jasa dalam proyek Public Service Partnership (PPP). “Jadi, mecoba mengatur lebih luas, tidak hanya pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBN tapi juga tapi juga publik private partnership,”ujarnya.
Karena berbentuk UU nantinya juga sanksi bagi pihak yang melanggar juga akan lebih kuat ketimbang hanya Peraturan Presiden. “Sanksinya nanti macam-macam,”ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News