Reporter: Grace Olivia | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengawali tahun, lelang surat utang negara (SUN) menggalang nilai penawaran yang tinggi sepanjang Januari lalu.
Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan, lelang SUN pertama dan kedua pada bulan lalu memperoleh total penawaran masuk sebesar masing-masing Rp 81,54 triliun dan Rp 94,98 triliun.
Baca Juga: Lelang tujuh seri SUN, Pemerintah tetapkan target indikatif Rp 15 triliun
Begitu juga dengan lelang SBSN atau Sukuk Negara yang memperoleh total penawaran masuk sebesar Rp 59,14 triliun dan pada lelang kedua sebesar Rp 46,91 triliun.
“Saat ini faktor kebijakan bank sentral negara-negara maju yang ekspektasinya masih bergerak turun sehingga emerging market seperti Indonesia menjadi relatif lebih menarik dan aliran modal masuk meningkat,” tutur Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu Loto Srinaita Ginting akhir pekan lalu.
Selain itu, tingginya penawaran masuk pada lelang SUN dan SBSN sepanjang Januari lalu menurut Loto juga lantaran investor mencermati kinerja perekonomian Indonesia yang relatif stabil, dengan pertumbuhan ekonomi yang juga relatif tinggi di tengah perlambatan dan ketidakpastian ekonomi global.
“Pengelolaan ekonomi kita dilihat konsisten, pertumbuhan ekonomi juga stabil bahkan tertinggi kedua di antara negara-negara G20 tahun lalu. Sejak kita menerbitkan obligasi negara, peringkat kredit kita juga bergerak dengan tren yang naik sehingga reputasi kita terbangun dengan baik,” lanjut Loto.
Baca Juga: China menghadapi keterasingan
Meski begitu, Direktur Jenderal DJPPR Kemenkeu Luky Alfirman tak mau lekas berpangku tangan dengan kondisi pasar obligasi negara yang positif. Sebab situasi perekonomian global maupun domestik masih diliputi ketidakpastian yang berpotensi memutarbalik kondisi saat ini.
“Kita tetap waspadai, apakah ini akan longlasting atau tidak. Kalau seperti ini terus bullish, tentunya itu paling enak. Tapi kita juga masih menghadapi ketidakpastian dan ini menjadi tantangan kita,” ungkap Luky.
Menurutnya, sentimen ekonomi dan pasar sepanjang Januari lalu bak roller-coaster. Secara global, sentimen buruk sempat datang dari ketegangan geopolitik Amerika Serikat (AS) dan Iran, serta saat ini wabah virus Korona yang merebak ke berbagai negara di dunia. Begitu juga di dalam negeri sempat ada sentimen buruk dari peristiwa banjir besar di ibu kota.
“Kita tidak akan pernah tahu karena banyak sekali sentimen dari peristiwa yang tidak bisa kita duga sama sekali sebelumnya. Kemarin di Januari sudah bullish, tapi sekarang ini sudah mulai bergejolak lagi,” sambung Luky.
Baca Juga: Persepsi Risiko Investasi Naik, tapi Bukan Hanya di Indonesia
Loto menambahkan, tanda-tanda pembalikan arus modal mungkin saja mulai terjadi. Meski tetap waspada, ia mengatakan pemerintah juga tidak akan terlalu khawatir.
Ia optimistis, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap stabil di atas 5%, rencana-rencana pembangunan yang lebih baik, serta perbaikan peringkat kredit seperti yang terbaru ini dari lembaga pemeringkat Fitch dan Japan Rating Credit (JCR), akan membuat investor bertahan meminati obligasi pemerintah.
“Dari pengalaman, kita lihat tetap ada beberapa fund yang memang sudah dedicated pada negara emerging market seperti Indonesia. Mereka akan mencari relative value antara negara-negara dan kalau kita dianggap menarik, mereka akan menambah porsi,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News