Sumber: KONTAN | Editor: Test Test
JAKARTA. Ada yang menarik dari hasil studi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LDFEUI) tentang ekonomi tembakau di Indonesia. LDFEUI bilang, harga rokok di Indonesia masih terlalu rendah. Oleh karenanya, pemerintah perlu menaikkan tarif cukai rokok hingga 100%. Selain bakal menurunkan jumlah perokok aktif di Indonesia, kenaikan tarif cukai tersebut dinilai mampu memberikan kontribusi tambahan pendapatan negara secara signifikan sebesar Rp 50,1 triliun per tahun. "Hasil penelitian ini sekaligus menangkis mitos penerimaan negara turun bila pemerintah menaikkan cukai," kata Peneliti LDFEUI Abdillah Ahsan di Jakarta, hari ini.
Dalam penelitian tersebut, LDFEUI juga menyimpulkan, adanya peningkatan cukai tembakau dari saat ini sebesar 31% menjadi 62%, akan meningkatkan output perekonomian sebesar Rp 335 milliar. Tidak hanya itu, pendapatan masyarakat pun akan meningkat menjadi Rp 492 milliar serta dapat menciptakan 281.135 lapangan pekerjaan baru.
Hal itu dikarenakan adanya peningkatan output dalam hal ketenagakerjaan terutama di 6 sektor pertanian. Sebut saja padi, teh, kopi, gula dan umbi-umbian. Menurut Abdillah, peningkatan itu dikarenakan masyarakat mengalihkan pengeluaran rumah tangga mereka dari membeli rokok ke barang dan jasa lainnya.
Yang paling penting, kata Abdillah, kenaikan cukai rokok yang tinggi akan mencegah anak-anak dan masyarakat miskin untuk mulai merokok. Dengan demikian, hal tersebut akan menurunkan konsumsi rokok terutama pada masyarakat miskin yang sensitif terhadap harga. “Jadi, kebijakan ini dapat dijadikan alat untuk mengentaskan kemiskinan,” ujarnya.
Abdillah berharap, pemerintah Indonesia dapat menerapkan kenaikan cukai rokok secara bertahap setiap tahunnya. Jika dimulai dari sekarang, dia menargetkan, pada 2018 tarif cukai rokok bisa dipatok mencapai 60%. Menurutnya, kenaikan itu akan menurunkan jumlah perokok yang secara otomatis akan mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat rokok. Dengan demikian, tanggungan pemerintah untuk biaya berobat masyarakat miskin juga bisa ditekan.
Meski demikian, Abdillah tak menampik hal itu akan berdampak negatif pada beberapa sektor tertentu. Yang paling terkena imbas antara lain sektor manufaktur rokok, pertanian tembakau, pertanian cengkeh, manufaktur pupuk dan pertisida, pabrik kertas dan perdagangan. “Tapi kenaikan harga rokok tersebut itu tidak akan berimbas langsung pada penurunan pendapatan industri rokok dan petani tembakau,” tegasnya. Pasalnya, rokok merupakan kebutuhan elastis sehingga pengaruh kenaikan harga akibat kenaikan cukai baru akan berasa setelah beberapa tahun berjalan.
Menurut Abdillah, saat ini, harga riil rokok di Indonesia masih sangat rendah dibanding negara lain. Di singapura, satu bungkus rokok Marlboro dipatok seharga US$ 7,5. Sementara di Malaysia dijual dengan harga US$ 2,18 per bungkus. Sedangkan di Laos dijual dengan harga US$ 1,25 per bungkus. Coba bandingkan dengan harga rokok sebungkus di Indonesia yang hanya ditawarkan sebesar US$ 0,9 per bungkus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News