CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Larangan Ekspor Minyak Goreng hanya Efektif Atasi Gejolak Jangka Pendek


Kamis, 28 April 2022 / 20:01 WIB
Larangan Ekspor Minyak Goreng hanya Efektif Atasi Gejolak Jangka Pendek
ILUSTRASI. pekerja menata minyak goreng curah di agen penjualan sembako di Jakarta, Senin (14/9). Larangan Ekspor Minyak Goreng hanya Efektif Atasi Gejolak Jangka Pendek.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya hanya efektif atasi gejolak dalam jangka pendek.

"Efektif tapi jangka pendek, persoalannya adalah apakah model seperti ini bisa dibiarkan dalam jangka waktu 3 bulan 2 bulan bahkan sampai setahun? karena kerugian ekonominya terlalu besar," kata Tauhid kepada Kontan.co.id, Kamis (28/4).

Pemerintah juga perlu mengantisipasi adanya potensi dampak larangan tersebut terhadap harga tanda buah segar (TBS) petani. Tauhid menyebut, kebijakan ini dinilai akan berdampak kepada para petani. Dimana adanya larangan diperkirakan akan membuat produsen memangkas produksi dan kemungkinan membatasi pembelian TBS.

Atas potensi dampak terhadap TBS petani tersebut, maka pemerintah disarankan menetapkan batas bawah dari harga TBS petani. 

Baca Juga: Ini Kata Gapki Terkait Kebijakan Larangan Ekspor CPO dan Produk Turunannya

"Harus ada batas bawah harga untuk TBS sesuai dengan biaya produksi mereka Rp 1.800 minimal atau Rp 2.000 per kilo untuk sawit, kalau perlu subsidi aja petani kalau dalam kondisi seperti ini agar harga tidak jatuh," paparnya.

Tauhid menambahkan, untuk mencapai harga Rp14.000 per liter pemerintah dapat memberlakukan subsidi distribusi dari D2 ke D4.

"Subsidinya itu dikasih saja ke Bulog atau RNI kalau dikasihkan ke swasta itu kayak di awal nggak tertib banyak penyelundupan dan sebagainya pemerintah ambil tangan ambil peranan di situ," ujarnya.

Terkait gonta ganti kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam menyikapi gejolak harga minyak goreng di domestik, Tauhid menilai pemerintah tidak cakap dan tidak memiliki kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan.

Baca Juga: Gapki Mengaku Larangan Ekspor CPO Bisa Rugikan Seluruh Rantai Pasok Industri Sawit

"Negara lain seperti Malaysia aja tenang-tenang aja. Kita seperti ini berarti enggak cakap mengantisipasi, komunikasi yang buruk. Kesannya kewenangan atau otoriter menurut saya misalnya kemarin ketika mau menurunkan dan sebagainya harusnya panggil para pelaku usaha," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×