kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.415.000   -13.000   -0,54%
  • USD/IDR 16.600   -6,00   -0,04%
  • IDX 8.089   173,32   2,19%
  • KOMPAS100 1.119   28,59   2,62%
  • LQ45 796   23,97   3,10%
  • ISSI 285   3,86   1,37%
  • IDX30 415   14,34   3,58%
  • IDXHIDIV20 470   17,22   3,80%
  • IDX80 124   2,97   2,46%
  • IDXV30 133   4,48   3,48%
  • IDXQ30 131   4,31   3,39%

Lapak Online Mau Jadi Pemungut Pajak, Pengamat Beri Penjelasan Ini


Rabu, 25 Juni 2025 / 19:39 WIB
Lapak Online Mau Jadi Pemungut Pajak, Pengamat Beri Penjelasan Ini
ILUSTRASI. Warga menggunakan perangkat elektronik untuk berbelanja daring di sebuah situs di Jakarta, Jumat (6/10/2023). Ditjen Pajak Kemenkeu mencatat per 30 September 2023 telah mengumpulkan pajak pertambahan nilai (PPN) senilai Rp15,15 triliun dari 146 pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nym.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto

Potensi Kebocoran Pajak di Marketplace

Sementara itu, Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman, menekankan pentingnya pengaturan khusus terhadap transaksi perdagangan di marketplace.

Menurutnya, banyak pelaku usaha yang memilih berjualan di marketplace karena kemudahan akses dan potensi pasar yang besar, meski harus membayar biaya layanan dan promosi hingga 10%-20% kepada platform.

Namun, ia melihat bahwa potensi kebocoran pajak justru lebih besar di sektor ini dibandingkan dengan toko daring mandiri.

"Banyak potensi pajak yang lolos dari radar, terutama di marketplace. Berbeda dengan toko online mandiri yang biasanya sudah lebih besar dan relatif patuh,” ujar Raden.

Baca Juga: Pelapak E-Commerce dengan Omzet Rp 500 Juta-Rp 4,8 Miliar Akan Kena Pajak 0,5%

Aturan Baru Pajak E-Commerce Sedang Digodok

Dua sumber di industri e-commerce yang dikutip Reuters mengungkapkan bahwa pemerintah tengah merancang aturan baru yang mewajibkan platform e-commerce untuk memungut pajak sebesar 0,5% dari omzet penjual yang memiliki pendapatan tahunan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar.

Aturan ini bertujuan untuk menyamakan kedudukan antara pedagang online dan toko fisik dalam hal kepatuhan perpajakan, serta menjadi strategi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara di tengah tantangan fiskal.

Perubahan tersebut diperkirakan akan berdampak langsung pada sejumlah platform besar seperti TikTok Shop dan Tokopedia milik ByteDance, Shopee milik Sea Limited, Lazada yang didukung Alibaba, serta Blibli dan Bukalapak.

Salah satu sumber menyebutkan bahwa aturan ini direncanakan akan diumumkan bulan depan, seiring dengan upaya pemerintah memperkuat basis penerimaan pajak di sektor ekonomi digital.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×