Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Joko Widodo (Jokowi) punya alasan tersendiri terus melakukan blusukan ke sejumlah daerah usai pemilu presiden 9 Juli 2014. Jokowi khawatir proses penghitungan suara berjenjang dinodai oleh praktik kecurangan.
"Saya ingin memastikan suara yang telah kita dapat tidak berubah," ujar Jokowi saat datang ke Kantor DPD PDI Perjuangan Banten, Rabu (16/7) kemaren.
Pertama, Jokowi meminta relawan atau kader partai pendukung mengawal penghitungan suara dari tempat pemungutan suara (TPS) hingga tingkat nasional. Formulir C-1 di tiap TPS harus dipegang dan dipublikasi sebagai pegangan saksi jika terjadi sengketa suara.
Kedua, Jokowi mengerti bahwa ada saksi yang kelelahan mengawal proses penghitungan suara. Jokowi meminta penambahan orang yang berada di sekitar tempat penghitungan suara selain saksi. Jika ada kejanggalan yang luput oleh saksi, orang-orang itulah yang akan "mengejar" hal itu.
Ketiga, Jokowi juga meminta relawan ataupun kader partai menyiapkan saksi jika terjadi sengketa suara Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Jokowi meminta saksi-saksi itu diseleksi secara ketat.
"Yang pintar bicara, menguasai lapangannya, menguasai data dan punya keberanian. Harus diseleksi betul. Kalau enggak berani, ya dibohongin diam saja, repot," ujar Jokowi.
"Kita lihat tanggal 22 Juli. Mudah-mudahan tak berubah. Ya, asalkan jangan ada yang otak-atik suara saja. Makanya, kita minta dikawal. Satu suara hilang saja akan kita urus," lanjut dia.
Tak masuk akal
Jokowi merasa permintaan itu tak berlebihan. Dia memberi contoh yang terjadi di Malaysia dan Madura. Di Malaysia, ada potensi penggelembungan suara untuk capres dan cawapres tertentu, baik melalui manipulasi formulir C-1 hingga pengiriman suara melalui drop box dan pos. Oleh sebab itu, kubu Jokowi-JK sampai mengirim tim investigasi ke Malaysia.
Sementara di Madura, ada 17 TPS yang hasil penghitungan suaranya janggal. Tak ada satu orangpun yang memilih pasangan Jokowi-JK. Padahal di TPS tersebut terdapat infrastruktur partai pengusung dan relawan. Jokowi merasa peristiwa tersebut tidak masuk akal.
"Masuk akal dikit dong. Dikira kita enggak ada anggota Dewan di sana. Urusan tim lah itu," ujar Jokowi.
Sebelumnya, pusat tabulasi tim hukum pasangan Jokowi-JK menerima sebanyak 160 laporan dugaan kecurangan pemilu presiden di seluruh Indonesia. Mereka akan memverifikasi laporan itu sekaligus mempersiapkan bukti untuk dibawa ke MK.
Laporan yang masuk misalnya soal adanya pengurangan surat suara, pembagian uang untuk memilih pasangan capres-cawapres nomor urut satu, tidak adanya suara Jokowi-JK di banyak TPS, tidak ada tanda tangan saksi pasangan tersebut, dan lainnya. (Fabian Januarius Kuwado)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News