Reporter: Petrus Dabu | Editor: Edy Can
JAKARTA. Kementerian Kehutanan (Kemenhut) akan membuka lahan perkebunan tebu seluas 500.000 hektare (Ha) pada 2011 untuk mendukung swasembada gula. Rencananya, lokasi kebun tebu ini berada di luar Jawa dan luar Sumatera.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan, tebu memang cocok ditanam di Jawa dan sebagian Sumatera. Tetapi lahan perkebunan, terutama di Pulau Jawa, sudah penuh. Karena itu, Kemenhut menjajaki kemungkinan di daerah lain. "Tidak mudah, karena itu kami sedang mencari beberapa wilayah yang kira-kira cocok untuk tanaman tebu," ujarnya ke KONTAN usai meresmikan Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Bogor, Senin (27/12).
Tetapi Zulkifli belum memastikan daerah mana saja nanti lahan baru ini. "Kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian," ujar menteri dari Partai PAN ini.
Sejauh ini, dari inventarisasi awal provinsi yang cocok bagi pengembangan tebu adalah Lampung, Sumatera Selatan, dan sebagian wilayah Jambi dan Maluku.
Ia menjelaskan, pembukaan lahan baru tebu seluas 500.000 ha dapat memproduksi 1 juta ton gula per tahun, sehingga dapat mengurangi impor gula. Saat ini pemerintah masih mengimpor gula di atas 2 juta ton per tahun.
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemenhut, Darori, menambahkan, areal baru perkebunan tebu itu berasal dari konversi kawasan hutan produksi. Selama ini, hutan produksi lebih banyak dimanfaatkan bagi pengembangan perkebunan kelapa sawit. "Kami membuka akses seluas-luasnya bagi para investor, asalkan cocok untuk tanaman tebu," ujarnya.
Menurut Darori, di Indonesia kawasan hutan produksi cukup luas sehingga kebutuhan untuk sawit maupun tebu masih bisa terpenuhi. Nah, bagi investor yang berminat mendapatkan lahan tebu tersebut bisa berkoordinasi lebih dulu dengan Kementerian Pertanian. Selanjutnya si investor harus meminta rekomendasi dari daerah.
Selain pembukaan lahan baru untuk kebun tebu, Kemmenhut juga mengembangkan program lain untuk mencukupi kebutuhan pangan, seperti melakukan sistem tumpang sari, yaitu menanam umbi-umbian, jagung, dan padi di kawasan hutan. Di tahun ini, sistem tumpang sari tersebut mampu menghasilkan jagung, padi maupun umbi-umbian sebanyak 3,5 juta ton. "Lumayan buat ketahanan pangan," ujar Darori.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News