Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kembali menyiapkan relaksasi kebjiakan yang nantinya akan diusulkan masuk ke paket kebjiakan pemerintah selanjutnya.
Franky Sibarani, Kepala BKPM mengatakan, beberapa usulan yang akan diajukan mencakup percepatan izin investasi dan izin konstruksi, tax allowance untuk sektor padat karya di kawasan Jawa, dan mempercepat pemberian status Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) bagi perusahaan yang berorientasi ekspor.
"Saat ini ada lima langkah yang harus dilalui sebelum mendapat PDKB. Nah, ini kami dorong agar status PDKB bisa didapat di depan," ujarnya, Kamis (22/10).
Selanjutnya, juga ada kemudahan dalam pemberian jalurĀ hijau bagi barang modal untuk investor yang sedang dalam konstruksi.
Azhar Lubis, Deputi Pengendalian dan Pelaksanaan BKPM menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan otoritas terkait terkait relaksasi kebjiakan ini, seperti, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai.
Kemudahan lain yang akan diberikan adalah mengenai bertambahnya izin yang akan diberikan pada pelayanan investasi tiga jam. Mulai 26 Oktober 2015 nanti, layanan ini mulai efektif diberlakukan. Calon investor hanya butuh waktu tiga jam untuk mendapatkan sejumlah izin.
Izin itu meliputi izin investasi, akta pendirian usaha, dan nomor pokok wajib pajak (NPWP). BKPM juga bekerjasama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN). Jadi, selain mengantongi tiga izin itu, investor juga bisa mendapatkan surat pemesanan (booking) lokasi lahan usaha yang diinginkan.
Franky bilang, akan ada penambahan izin yang diberikan. "Mungkin akan ada dua (izin) lagi, NIK (Nomor Identitas Kepabeanan), dan TDP (tanda daftar perusahaan)," imbuh Franky.
Anthonie Versluis, Managing Partner Malaysia Roland Berger Strategy Consultants Sdn Bhd mengatakan, beberapa penghambat bisnis di Indonesia antara lain terkait regulasi dan implementasi kebjiakan. Hal ini menyasar pada isu mengenai korupsi, regulasi yang berbelit, tidak efisien, kebijakan yang berubah-ubah, dan pajak.
Hal tersebut merupakan faktor penghambat terbesar dengan presentase sebesar 55%. Kemudian, ada isu terkait sumber daya manusia (SDM) seebsar 12%, institusi keuangan sebesar 11%, kondisi makroekonomi berpengaruh sekitar 10%. Lalu, ada faktor infrastrtuktur yang sebesar 8%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News